Anda Berminat Memasang Iklan di Produk Kami?
Jangan Ragu-ragu, Hubungi:

Kantor Redaksi, Iklan dan Sirkulasi

Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) Joglo Undip
Jl. Imam Bardjo SH No.2 Semarang 50241
Telp. (024)8446003
e-mail: lpmmanunggal@plasa.com
http://www.lpmmanunggal.com

07 April 2008

Break

Mengenal Sejarah Maritim Indonesia

DUNIA
bahari atau maritim nusantara dapat dipandang sebagai kehidupan yang penuh keragaman dan kompleksitas. Di samping itu, dunia bahari memiliki kekuatan menjadi pemersatu dalam proses dinamika sejarah masyarakat dan bangsa Indonesia.
Hal tersebut terungkap dalam Seminar International bertajuk Dinamika Kemaritiman Dalam Perspektif Sastra dan Sejarah, yang diselenggarakan Fakultas Sastra Universitas Diponegoro, Sabtu (15/12) di Hotel Patra, Semarang.
“Indonesia sebagai negara kepulauan pada dasarnya adalah tetap menjadi negara bahari. Secara historis, geografis, ekologis, dan kultural, Indonesia pada masa kini pada hakikatnya adalah pewaris dunia bahari yang telah hidup pada masa lampau,” terang Djoko Suryo, salah seorang pembicara
Selain sederet pembicara dari dalam negeri, seperti Adrian B Lapian, Edi Sedyawati, Djoko Suryo, Sapardi Djoko Darmono, dan Achadiati Ikram, turut pula hadir Sita Van Bemmelen dari Belanda dan Katrin Bandel (Jerman).
Bandel yang seorang novelis membahas perempuan pesisir dalam novel Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer dan Jamangilak Tak Pernah Menangis karangan Martin Alaida.
Menurutnya, orang Indonesia tidak hanya merasa terikat secara emosional dengan tanah tempat tinggal mereka, tetapi juga dengan air, yaitu laut, sungai, atau danau
Kedua novel itu bagi Bandel dapat dihadirkan sebagai gambaran masyarakat pesisir di Indonesia. “Kepedulian terhadap laut, sungai, dan danau sebagai sumber kehidupan kurang mendapat perhatian dari orang yang berkuasa,” terangnya.
Menurut Ketua Panitia, Dewi Yuliati, tema kemaritiman diangkat karena masalah tersebut di Indonesia kurang diperhatikan. Padahal, banyak nilai positif dalam kemaritiman untuk pembangunan Indonesia, seperti nilai kebudayaan, perdagangan, integrasi antar daerah, dan spirit menjelajah antar pulau.
Peserta seminar tidak hanya datang dari kawasan Semarang, tetapi juga berasal dari luar Semarang, bahkan ada yang peserta yang berasal dari luar negeri. John G Butcher yang berasal dari Australia sengaja datang karena tertarik dan ingin mengetahui sejarah kemaritiman di Indonesia. Namun ia menyesalkan penyampaian makalah seminar tersebut yang tidak menggunakan bahasa Inggris. ”Saya tidak fasih dalam berbahasa Indonesia,” ujarnya kepada Joglo Pos. (Bambang/Manunggal)

Tidak ada komentar: