Anda Berminat Memasang Iklan di Produk Kami?
Jangan Ragu-ragu, Hubungi:

Kantor Redaksi, Iklan dan Sirkulasi

Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) Joglo Undip
Jl. Imam Bardjo SH No.2 Semarang 50241
Telp. (024)8446003
e-mail: lpmmanunggal@plasa.com
http://www.lpmmanunggal.com

04 Desember 2007

Bang Jo

PKL Undip kumuh...
- Kalau sudah lapar, kumuhpun jadi indah

Kata Pak Yos, uang Rp 200 juta itu kecil.
- Astaga... belum tahu berapa gaji guru honorer ya???

Mahasiswa emoh kunjungi Badan Konsultasi Mahasiswa
- Dah ada temen curhat kok...

Fokus


Borosnya Studi Banding Dosen
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro awal November ini memberangkatkan 40 dosennya studi banding ke luar negeri. Langkah ini dinilai mahasiswa sebagai pemborosan.

STUDI banding diikuti para guru besar senior dan dosen tematis (dosen yang jurusannya sesuai dengan tema keberangkatan). Studi banding ini sedianya akan disusul pula oleh lima orang ma­hasiswa yang terdiri atas Ketua BEM FH, Ketua Senat FH, dan tiga orang mahasiswa berprestasi pada Desember ini. Universitas yang dituju, antara lain Universitas Culalangkon (Thailand), Univer­sitas Temasek (Singapura), dan Universitas Ke­bangsaan Malaysia (Malaysia).
Etty, mahasiswa FH 2004 menanggapi, peng­gunaan uang sebesar Rp 200 juta untuk studi band­ing dosen ke luar negeri merupakan pemborosan. “Daripada untuk membiayai dosen studi banding ke luar negeri, lebih baik uang tersebut digunakan untuk hal-hal yang lebih bermanfaat untuk ma­hasiswa, misalnya biaya praktikum, kegiatan kemahasiswaan, atau meningkatkan kemampuan akademik dosen, tapi tidak harus keluar negeri,” tegas dia.
Setali tiga uang, Nando, mahasiswa FH 2003 mengutarakan, studi banding dengan universitas di luar negeri tidak harus dilakukan dengan be­pergian ke luar negeri. “Mereka (para dosen) bisa melakukannya lewat internet, tidak perlu buang-buang duit hanya untuk ke luar negeri. Jika ingin bertukar informasi dengan universitas luar negeri, akan lebih efektif jika mengadakan kegiatan yang mengundang dosen-dosen luar negeri,” ungkap dia.
Ketua Senat Mahasiswa FH Ofis Ricardo berpendapat,jumlah dosen yang diberangkatkan tidak harus sebanyak 40 orang. “Kenapa tidak 20 dosen saja yang diberangkatkan untuk menghe­mat dana tersebut,” ungkap mahasiswa angkatan 2004 ini.
Senat Mahasiswa dari awal mempertanyakan urgensi dan kejelasan dana yang dipakai untuk studi banding. Hingga sekarang, pihak dekanat belum juga menyampaikan transparansi dana sep­erti yang diajukan Senat Mahasiswa sejak lama. “Penjelasan yang diperoleh Senat bila meminta kejelasan dana, (dekanat menyampaikan) dana tersebut bukan dari uang mahasiswa, tapi dari donatur dan sponsor,” terang Ofis.
Pembantu Dekan I FH Yos Johan Utama menjelaskan, studi banding dilakukan sesuai den­gan visi Undip, yaitu menjadi universitas terdepan di Asia Pasifik pada 2018. Dengan studi banding ini, diharapkan para dosen mempunyai kemam­puan seperti dosen-dosen di Asia Pasifik. Di samp­ing itu, juga untuk memperkenalkan Undip ke­pada dunia serta internasionalisasi kurikulum dan mahasiswa. “Fakultas Hukum Undip termasuk fakultas paling akhir yang mengirimkan dosen­nya ke luar negeri dibanding dengan fakultas lain, seperti FISIP, Ekonomi (FE), dan Sastra (FS),” tandas dia.
Soal studi banding yang dinilai boros oleh kalangan mahasiswa, Yos berujar, uang sekitar Rp 200 juta termasuk sedikit jika dibandingkan dana studi banding yang dikeluarkan fakultas lain.Jika diperinci, masing-masing dosen hanya meng­habiskan Rp 5 juta per dosen. Sedangkan biaya studi banding fakultas lain mencapai Rp 25 juta per dosen karena tujuannya hingga ke Amerika. “Beda dengan Fakultas Hukum yang mengambil tujuannya dekat dengan Indonesia. Jadi, dana bisa ditekan,” ujarnya.
Yos mengatakan, seluruh pengeluaran studi banding diambil dari dana Daftar Isian Penggu­naan Anggaran (DIPA) ditambah dengan dana fakultas.
Kegiatan studi banding rencananya diadakan setahun sekali. Studi banding kali ini mengam­bil tema Tata Negara dan HAKI. Kegiatan yang dilakukan, antara lain berupa ceramah, diskusi, dan pertukaran ilmu. Kegiatan studi banding juga untuk mempersiapkan akreditasi yang akan dilak­sanakan pada 2010 mendatang. (Nurul/ Manunggal)

Sorotan


Kurang Sosialisasi, BKM Minim Peminat

Ruangan itu tampak sepi. Tidak ada aktivitas berarti di sana. Di atas pintu masuk ruangan itu, terpampang plang nama bertuliskan BKM FISIP.

BEGITULAH keadaan sehari-hari Badan Konsultasi Mahasiswa atau BKM di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro. BKM FISIP nyaris tak dikunjungi mahasiswa.Sungguh ironis, padahal BKM merupakan lem­baga konsultasi yang bertugas membantu perma­salahan yang dihadapi mahasiswa selama studi.
Beberapa mahasiswa yang ditemui Joglo Pos pun terkesan awam dengan keberadaan BKM. Presiden BEM FISIP Feby Grace Adriany bahkan mengaku tidak tahu kepanjangan dan letak BKM FISIP. “Mungkin karena jarang diekspos dan tidak kelihatan fungsinya. Kalau kelihatan berfungsi, pasti aware di benak mahasiswa,” ungkap maha­siswa Ilmu Komunikasi 2005 ini.
Keberadaan BKM yang asing di mata maha­siswa juga terjadi Fakultas Teknik. “Saya tidak tahu BKM itu apa dan tugasnya apa,” ujar Anggi, mahasiswa Teknik Arsitektur 2005.
Ketua BKM FISIP Maryam Musawa men­erangkan, kurang dikenalnya BKM oleh maha­siswa terjadi karena minimnya sosialisasi. Sosial­isasi sekarang hanya dilakukan dalam perkuliahan semata. “Itu yang saya sayangkan, sosialisasi BKM dulu dilakukan pada saat ospek. Sedangkan sekarang ospek sudah tidak ada, jadi sosialisasi secara resmi sudah hilang,” ujar dia.
Namun, Boy Fian Afriyanto, mahasiswa Ilmu Pemerintahan 2005 mengaku, selama 5 semester kuliah di Undip, dirinya belum pernah menyaksi­kan BKM FISIP melakukan sosialisasi di perku­liahan. “Saya justru tahu BKM dari teman-teman. Tapi (saya) tidak tahu siapa konsultannya, entah dosen atau orang khusus,” tutur Boy. Dia ber­pendapat, perlu ada penyebaran kuesioner tentang keberadaan BKM.
Soal BKM yang sepi peminat dibantah Maryam. Menurut dosen Administrasi Bisnis ini, cukup ban­yak mahasiswa yang datang ke BKM untuk berkonsultasi. “Mer­eka biasanya datang karena IP (indeks prestasi, red) turun atau masalah-masalah lain yang sedang diha­dapi. Tadi saja sebelum Mas (reporter Joglo Pos, red) datang, ada mahasiswi saya yang sms mau konsultasi,” terang Maryam.
Mahasiswa, kata dia, tidak perlu kesulitan untuk berkunjung atau berkonsultasi ke BKM FI­SIP. “Mahasiswa dapat langsung telepon kepada konselor yang diinginkan dan membuat jadwal dengan para konselor tersebut,” ujarnya.
Sementara itu Pembantu Dekan III Fakultas Teknik Syafrudin mengungkapkan, secara eksplisit BKM tidak ada dalam institusi fakultas­nya. Tugas dan fungsi BKM secara implisit dilak­sanakan melekat bersama kewenangan dan tugas dekanat atau fakultas melalui PD III FT.
Akan tetapi, fungsi ini menurut Syafrudin tidak sepenuhnya dilakukan PD III mengingat begitu luasnya FT. FT memiliki banyak jurusan dan mahasiswa. “Oleh karena itu, kewenangan ini dilimpahkan kepada jurusan masing-masing. Dalam hal ini diserahkan kepada koordinator bi­dang kemahasiswaan untuk menampung keluhan atau konsultasi dari mahasiswa dari masing-mas­ing jurusan,” ucap dia.
Diselesaikan Bertingkat
Syafrudin mengatakan, sejauh ini permasala­han yang menyangkut mahasiswa berusaha dise­lesaikan secara bertingkat. Masalah mahasiswa sebisa mungkin diselesaikan di tingkat jurusan. Jika tidak bisa, maka baru dilimpahkan ke fakultas. PD III selanjutnya memilah dan meneruskan ma­salah tersebut ke pejabat yang berwenang menan­gani. “Seperti masalah keuangan kepada PD II, masalah akademik ke PD III, dan seterusnya,” kata Syafrudin.
Pembantu Rek­tor III Undip Sukinta menuding mahasiswa tidak mau memanfaat­kan BKM. “Seharusnya mereka (mahasiswa, red) mau memanfaatkan fasilitas konsultasi di BKM,” imbau dia.
Hal ini menurut Sukinta juga diperparah oleh belum dijalankannya publikasi oleh semua fakultas. “Kami sudah memberi wewenang kepada masing-masing fakultas untuk mengurusinya. Tidak ada plang tulisan BKM di depan ruangan juga menyebab­kan banyak mahasiswa yang tidak mengetahuinya,” tambahnya. Dia berujar, jika tidak dibenahi, BKM akan mengalami nasib yang sama dengan poliklinik yang tidak dimanfaatkan mahasiswa.
BKM berfungsi untuk membantu maha­siswa dalam menyelesaikan masalah akademis atau pribadi. Bila dijalankan fungsinya secara maksimal, BKM dapat menjadi tempat menam­pung keluhan dan permasalahan mahasiswa sehingga fakultas tahu keadaan mahasiswanya. (Bambang Rakhmanto, Mg1.4.8/ Manunggal)

Break

Rob Ancam Nelayan

ROB yang melanda Sema­rang sepanjang tahun menimbul­kan dampak serius bagi nelayan. Pendapatan mereka menurun akibat terjangan rob. Ketua DPW Perhim­punan Petani dan Nelayan Indonesia Jawa Tengah Riyono mengungkap­kan, hal ini terjadi karena rusaknya tambak dan ekosistem pesisir kare­na gelombang naik.
“Dulu mereka (nelayan, red) sehari bisa dapat Rp 80 ribu. Sekarang paling-paling cuma Rp 50 ribu,” kata Riyono di sela-sela diskusi Rob: Tenggelamnya Sema­rang Pesona Asia, Akankah? yang diselenggarakan LPM Opini FISIP Universitas Diponegoro dan BBC Indonesia, Senin (19/11), di Ruang Serbaguna Magister Manajemen Undip.
Rob, papar Riyono, juga ber­dampak terhadap kehidupan sosial nelayan. Mereka kini tidak acuh lagi terhadap lingkungan. “Karena datangnya rutin, mereka mengang­gap rob sebagai hal yang biasa, bu­kan musibah,” jelas dia.
Riyono menilai, Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang selama ini kurang memperhatikan nasib ne­layan. Ini terbukti dari APBD 2008, anggaran untuk nelayan kurang dari 10% dari total anggaran Dinas Peri­kanan dan Kelautan.
Pakar hidrologi Undip Robert J Kodoatie mengatakan, secara ge­ologis, Semarang berada di wilayah tanah aluvial yang sedang men­galami konsolidasi. Kondisi tanah seperti ini menyebabkan Semarang senantiasa digenangi rob. “Dalam lima tahun terakhir, sekitar 900 hek­tar tambak di Semarang rusak atau hilang akibat rob,” terang dia.
Kondisi ini diperparah lagi den­gan berubahnya tata guna lahan. Ka­wasan peresapan air dan preservasi untuk melestarikan sumber alam menjadi hilang. Belum lagi kenai­kan muka air laut yang disebabkan pemanasan global.
Drainase konvensional yang mengandalkan gravitasi menurut Robert tidak akan memecahkan masalah rob di Semarang. “Satu-satunya cara adalah adaptasi. Jadi, bagaimana masyarakat menye­suaikan cara hidup mereka dengan lingkungan yang penuh rob,” ujar Robert. Dia mengusulkan agar Semarang memakai konsep water front city.
Kepala Subdinas Pengairan Dinas Pekerjaan Umum Kota Semarang Fauzi MT menjelaskan, Pemkot selama ini sudah berupaya menanggulangi rob. “Namun, lagi-lagi terkendala dengan masalah dana,” ucap dia. (Sri Mas Sari/ Manunggal)

Break

Undip Makin Hijau

Mengapa tanahku rawan kini
Bukit-bukit-pun telanjang berdiri
Pohon dan rumput-rumput enggan bersemi kembali
Burung-burung-pun malu bernyanyi....

SYAIR lagu di atas membuka tasyakuran dan sarasehan Aksi Penghijauan Undip di Gedung Rektorat Lantai 1 Universitas Di­ponegoro, Rabu (28/11) malam.
Dalam sambutannya, Men­teri Negara Lingkungan Hidup Rahmat Witoelar memuji langkah Undip menghijaukan kampus. ”Kampus Undip adalah kampus yang rindang, luas, asri, dan kon­sisten menjaga lingkungan hidup di area kampus,” ungkapnya.
Menurut Rahmat, pem­bangunan harus diikuti dengan pemeliharaan sumber daya alam. Setelah mengambil manfaat dari alam, harus dijaga keberlang­sungannya bagi generasi beri­kutnya. ”Bumi ini tengah menuju kehancuran ekologis. Perubahan iklim telah memicu mencairnya es di kutub bumi. Hal ini disebabkan ulah manusia yang memakai ban­yak energi sehingga menimbulkan gas-gas buang yang berefek rumah kaca,” tandas dia.
Rektor Undip Susilo Wibowo menyampaikan, Undip akan men­gajak mahasiswa dan sivitas aka­demika lebih peduli kepada ling­kungan kampus. ”Lima hingga tujuh mahasiswa akan memelihara satu pohon yang disediakan pihak Undip,” jelasnya. Dengan langkah ini, lanjut dia, impian menjadikan kampus Undip makin asri dapat melibatkan seluruh lapisan aka­demis.
Pagi harinya, di kawasan kam­pus Undip Tembalang digelar pena­naman pohon serentak. Sebanyak 2500 batang pohon ditanam dalam aksi penanaman itu. Kegiatan terse­but merupakan bagian dari aksi se­rupa yang diselenggarakan secara nasional. Di Jawa Tengah, sebanyak 3.047.771 batang pohon ditanam sebagai bagian aksi nasional.
Kampus Undip Tembalang memiliki luas 200 hektar dan terletak di daerah Semarang atas. Posisinya yang strategis diharap­kan menjadi pusat konservasi dan mitigasi lingkungan Semarang.
Undip tengah mengerjakan master plan kampus dengan kon­sep ecoedutorism. Sepuluh tahun ke depan, Undip akan mengada­kan program hutanisasi kampus hingga 60% dari keseluruhan lahan tanam. Diharapkan dengan konsep ini, akan terwujud kampus Undip yang sejuk, nyaman, indah, dan be­bas karbonmonoksida (CO) seka­ligus menjadi pusat rekreasi hutan kota di Semarang. Undip juga telah memiliki duta lingkungan Undip, Poppy Dharsono.
Pentas seni Green Campus in Action turut pula digelar malam itu. Puluhan mahasiswa ikut un­juk gigi memperebutkan piala yang diserahkan Menteri Negara Lingkungan Hidup. (Rochmat Ali Syaefudin/ Manunggal)

Salam Dari Joglo

Saatnya Berpulang pada Etika

PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) barangkali jengkel dengan ulah para tokoh penting yang saling kebut-kebutan mendeklarasikan diri siap dicalonkan sebagai presiden pada Pemilu 2009. Bagaimana ti­dak, saat masa pemerintahannya merayapi detik-detik terakhir, para capres malah asyik bersafari sambil tepe-tepe (tebar pesona) ke mana-mana. Padahal, pemilihan masih lama. Jadwal kampanye pun urung ditentukan. Jadilah SBY merasa ditinggal sendirian oleh kawan-kawannya.
Tak heran jika SBY kemudian mengajak mereka semua agar beretika. SBY meminta semua pihak memberikan keleluasaan pada pemerintahannya untuk menyelesaikan tu­gas hingga masa jabatan berakhir. Atau den­gan kata lain, SBY menganggap para capres tidak beretika karena mengutamakan kepent­ingan golongan di atas kepentingan bangsa. Demi kampanye, para capres membiarkan rakyat terkotak-kotak terlalu dini.
Saat SBY angkat bicara soal etika, agaknya bukan hanya capres-capres itu yang mestinya tersengat. Semua kalangan seharusnya me­renung, sudahkah kita beretika. Tidak peduli pejabat, ulama, wartawan, mahasiswa, mau tidak mau kita semua lahir di dunia etika.
Menangguhkan pekerjaan yang menjadi tang­gung jawab kita jelas tidak beretika alias imoral. Apa pasal? Mengulur-ulur waktu menuntaskan pekerjaan tentu merugikan orang lain. Itu sama saja memberi orang lain harapan kosong. Orang lain telah menyelesaikan tugasnya, tetapi kita belum juga menyerahkan hasil kerja kita. Apa­lagi namanya kalau bukan bentuk penelantaran tanggung jawab? Padahal, pekerjaan kita dan pekerjaan orang lain saling melengkapi. Jika satu pekerjaan terbengkalai, maka yang lain tak berarti. Alhasil, rencana berantakan. Sistem kerja pun rusak tak keruan.
Sama juga dengan organisasi macam pers mahasiswa (baca: persma). Masalah terberat yang dihadapi persma selama ini adalah bekerja bersama orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Orang-orang macam ini mengancam keberlangsungan persma.
Persma memang tidak menjanjikan uang. Kerja kita hanya berbuah pengalaman. Jika sejak awal kita telah berkomitmen terjun ke dalam persma, bukankah tidak etis menang­galkan tugas tanpa sebab jelas? Ya, cobalah berpulang pada etika... (Redaksi)