PKL Undip kumuh...
- Kalau sudah lapar, kumuhpun jadi indah
Kata Pak Yos, uang Rp 200 juta itu kecil.
- Astaga... belum tahu berapa gaji guru honorer ya???
Mahasiswa emoh kunjungi Badan Konsultasi Mahasiswa
- Dah ada temen curhat kok...
Anda Berminat Memasang Iklan di Produk Kami?
Jangan Ragu-ragu, Hubungi:
Kantor Redaksi, Iklan dan Sirkulasi
Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) Joglo Undip
Jl. Imam Bardjo SH No.2 Semarang 50241
Telp. (024)8446003
e-mail: lpmmanunggal@plasa.com
http://www.lpmmanunggal.com
Jangan Ragu-ragu, Hubungi:
Kantor Redaksi, Iklan dan Sirkulasi
Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) Joglo Undip
Jl. Imam Bardjo SH No.2 Semarang 50241
Telp. (024)8446003
e-mail: lpmmanunggal@plasa.com
http://www.lpmmanunggal.com
04 Desember 2007
Fokus
Borosnya Studi Banding Dosen
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro awal November ini memberangkatkan 40 dosennya studi banding ke luar negeri. Langkah ini dinilai mahasiswa sebagai pemborosan.
STUDI banding diikuti para guru besar senior dan dosen tematis (dosen yang jurusannya sesuai dengan tema keberangkatan). Studi banding ini sedianya akan disusul pula oleh lima orang mahasiswa yang terdiri atas Ketua BEM FH, Ketua Senat FH, dan tiga orang mahasiswa berprestasi pada Desember ini. Universitas yang dituju, antara lain Universitas Culalangkon (Thailand), Universitas Temasek (Singapura), dan Universitas Kebangsaan Malaysia (Malaysia).
Etty, mahasiswa FH 2004 menanggapi, penggunaan uang sebesar Rp 200 juta untuk studi banding dosen ke luar negeri merupakan pemborosan. “Daripada untuk membiayai dosen studi banding ke luar negeri, lebih baik uang tersebut digunakan untuk hal-hal yang lebih bermanfaat untuk mahasiswa, misalnya biaya praktikum, kegiatan kemahasiswaan, atau meningkatkan kemampuan akademik dosen, tapi tidak harus keluar negeri,” tegas dia.
Setali tiga uang, Nando, mahasiswa FH 2003 mengutarakan, studi banding dengan universitas di luar negeri tidak harus dilakukan dengan bepergian ke luar negeri. “Mereka (para dosen) bisa melakukannya lewat internet, tidak perlu buang-buang duit hanya untuk ke luar negeri. Jika ingin bertukar informasi dengan universitas luar negeri, akan lebih efektif jika mengadakan kegiatan yang mengundang dosen-dosen luar negeri,” ungkap dia.
Ketua Senat Mahasiswa FH Ofis Ricardo berpendapat,jumlah dosen yang diberangkatkan tidak harus sebanyak 40 orang. “Kenapa tidak 20 dosen saja yang diberangkatkan untuk menghemat dana tersebut,” ungkap mahasiswa angkatan 2004 ini.
Senat Mahasiswa dari awal mempertanyakan urgensi dan kejelasan dana yang dipakai untuk studi banding. Hingga sekarang, pihak dekanat belum juga menyampaikan transparansi dana seperti yang diajukan Senat Mahasiswa sejak lama. “Penjelasan yang diperoleh Senat bila meminta kejelasan dana, (dekanat menyampaikan) dana tersebut bukan dari uang mahasiswa, tapi dari donatur dan sponsor,” terang Ofis.
Pembantu Dekan I FH Yos Johan Utama menjelaskan, studi banding dilakukan sesuai dengan visi Undip, yaitu menjadi universitas terdepan di Asia Pasifik pada 2018. Dengan studi banding ini, diharapkan para dosen mempunyai kemampuan seperti dosen-dosen di Asia Pasifik. Di samping itu, juga untuk memperkenalkan Undip kepada dunia serta internasionalisasi kurikulum dan mahasiswa. “Fakultas Hukum Undip termasuk fakultas paling akhir yang mengirimkan dosennya ke luar negeri dibanding dengan fakultas lain, seperti FISIP, Ekonomi (FE), dan Sastra (FS),” tandas dia.
Soal studi banding yang dinilai boros oleh kalangan mahasiswa, Yos berujar, uang sekitar Rp 200 juta termasuk sedikit jika dibandingkan dana studi banding yang dikeluarkan fakultas lain.Jika diperinci, masing-masing dosen hanya menghabiskan Rp 5 juta per dosen. Sedangkan biaya studi banding fakultas lain mencapai Rp 25 juta per dosen karena tujuannya hingga ke Amerika. “Beda dengan Fakultas Hukum yang mengambil tujuannya dekat dengan Indonesia. Jadi, dana bisa ditekan,” ujarnya.
Yos mengatakan, seluruh pengeluaran studi banding diambil dari dana Daftar Isian Penggunaan Anggaran (DIPA) ditambah dengan dana fakultas.
Kegiatan studi banding rencananya diadakan setahun sekali. Studi banding kali ini mengambil tema Tata Negara dan HAKI. Kegiatan yang dilakukan, antara lain berupa ceramah, diskusi, dan pertukaran ilmu. Kegiatan studi banding juga untuk mempersiapkan akreditasi yang akan dilaksanakan pada 2010 mendatang. (Nurul/ Manunggal)
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro awal November ini memberangkatkan 40 dosennya studi banding ke luar negeri. Langkah ini dinilai mahasiswa sebagai pemborosan.
STUDI banding diikuti para guru besar senior dan dosen tematis (dosen yang jurusannya sesuai dengan tema keberangkatan). Studi banding ini sedianya akan disusul pula oleh lima orang mahasiswa yang terdiri atas Ketua BEM FH, Ketua Senat FH, dan tiga orang mahasiswa berprestasi pada Desember ini. Universitas yang dituju, antara lain Universitas Culalangkon (Thailand), Universitas Temasek (Singapura), dan Universitas Kebangsaan Malaysia (Malaysia).
Etty, mahasiswa FH 2004 menanggapi, penggunaan uang sebesar Rp 200 juta untuk studi banding dosen ke luar negeri merupakan pemborosan. “Daripada untuk membiayai dosen studi banding ke luar negeri, lebih baik uang tersebut digunakan untuk hal-hal yang lebih bermanfaat untuk mahasiswa, misalnya biaya praktikum, kegiatan kemahasiswaan, atau meningkatkan kemampuan akademik dosen, tapi tidak harus keluar negeri,” tegas dia.
Setali tiga uang, Nando, mahasiswa FH 2003 mengutarakan, studi banding dengan universitas di luar negeri tidak harus dilakukan dengan bepergian ke luar negeri. “Mereka (para dosen) bisa melakukannya lewat internet, tidak perlu buang-buang duit hanya untuk ke luar negeri. Jika ingin bertukar informasi dengan universitas luar negeri, akan lebih efektif jika mengadakan kegiatan yang mengundang dosen-dosen luar negeri,” ungkap dia.
Ketua Senat Mahasiswa FH Ofis Ricardo berpendapat,jumlah dosen yang diberangkatkan tidak harus sebanyak 40 orang. “Kenapa tidak 20 dosen saja yang diberangkatkan untuk menghemat dana tersebut,” ungkap mahasiswa angkatan 2004 ini.
Senat Mahasiswa dari awal mempertanyakan urgensi dan kejelasan dana yang dipakai untuk studi banding. Hingga sekarang, pihak dekanat belum juga menyampaikan transparansi dana seperti yang diajukan Senat Mahasiswa sejak lama. “Penjelasan yang diperoleh Senat bila meminta kejelasan dana, (dekanat menyampaikan) dana tersebut bukan dari uang mahasiswa, tapi dari donatur dan sponsor,” terang Ofis.
Pembantu Dekan I FH Yos Johan Utama menjelaskan, studi banding dilakukan sesuai dengan visi Undip, yaitu menjadi universitas terdepan di Asia Pasifik pada 2018. Dengan studi banding ini, diharapkan para dosen mempunyai kemampuan seperti dosen-dosen di Asia Pasifik. Di samping itu, juga untuk memperkenalkan Undip kepada dunia serta internasionalisasi kurikulum dan mahasiswa. “Fakultas Hukum Undip termasuk fakultas paling akhir yang mengirimkan dosennya ke luar negeri dibanding dengan fakultas lain, seperti FISIP, Ekonomi (FE), dan Sastra (FS),” tandas dia.
Soal studi banding yang dinilai boros oleh kalangan mahasiswa, Yos berujar, uang sekitar Rp 200 juta termasuk sedikit jika dibandingkan dana studi banding yang dikeluarkan fakultas lain.Jika diperinci, masing-masing dosen hanya menghabiskan Rp 5 juta per dosen. Sedangkan biaya studi banding fakultas lain mencapai Rp 25 juta per dosen karena tujuannya hingga ke Amerika. “Beda dengan Fakultas Hukum yang mengambil tujuannya dekat dengan Indonesia. Jadi, dana bisa ditekan,” ujarnya.
Yos mengatakan, seluruh pengeluaran studi banding diambil dari dana Daftar Isian Penggunaan Anggaran (DIPA) ditambah dengan dana fakultas.
Kegiatan studi banding rencananya diadakan setahun sekali. Studi banding kali ini mengambil tema Tata Negara dan HAKI. Kegiatan yang dilakukan, antara lain berupa ceramah, diskusi, dan pertukaran ilmu. Kegiatan studi banding juga untuk mempersiapkan akreditasi yang akan dilaksanakan pada 2010 mendatang. (Nurul/ Manunggal)
Sorotan
Kurang Sosialisasi, BKM Minim Peminat
Ruangan itu tampak sepi. Tidak ada aktivitas berarti di sana. Di atas pintu masuk ruangan itu, terpampang plang nama bertuliskan BKM FISIP.
BEGITULAH keadaan sehari-hari Badan Konsultasi Mahasiswa atau BKM di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro. BKM FISIP nyaris tak dikunjungi mahasiswa.Sungguh ironis, padahal BKM merupakan lembaga konsultasi yang bertugas membantu permasalahan yang dihadapi mahasiswa selama studi.
Beberapa mahasiswa yang ditemui Joglo Pos pun terkesan awam dengan keberadaan BKM. Presiden BEM FISIP Feby Grace Adriany bahkan mengaku tidak tahu kepanjangan dan letak BKM FISIP. “Mungkin karena jarang diekspos dan tidak kelihatan fungsinya. Kalau kelihatan berfungsi, pasti aware di benak mahasiswa,” ungkap mahasiswa Ilmu Komunikasi 2005 ini.
Keberadaan BKM yang asing di mata mahasiswa juga terjadi Fakultas Teknik. “Saya tidak tahu BKM itu apa dan tugasnya apa,” ujar Anggi, mahasiswa Teknik Arsitektur 2005.
Ketua BKM FISIP Maryam Musawa menerangkan, kurang dikenalnya BKM oleh mahasiswa terjadi karena minimnya sosialisasi. Sosialisasi sekarang hanya dilakukan dalam perkuliahan semata. “Itu yang saya sayangkan, sosialisasi BKM dulu dilakukan pada saat ospek. Sedangkan sekarang ospek sudah tidak ada, jadi sosialisasi secara resmi sudah hilang,” ujar dia.
Namun, Boy Fian Afriyanto, mahasiswa Ilmu Pemerintahan 2005 mengaku, selama 5 semester kuliah di Undip, dirinya belum pernah menyaksikan BKM FISIP melakukan sosialisasi di perkuliahan. “Saya justru tahu BKM dari teman-teman. Tapi (saya) tidak tahu siapa konsultannya, entah dosen atau orang khusus,” tutur Boy. Dia berpendapat, perlu ada penyebaran kuesioner tentang keberadaan BKM.
Soal BKM yang sepi peminat dibantah Maryam. Menurut dosen Administrasi Bisnis ini, cukup banyak mahasiswa yang datang ke BKM untuk berkonsultasi. “Mereka biasanya datang karena IP (indeks prestasi, red) turun atau masalah-masalah lain yang sedang dihadapi. Tadi saja sebelum Mas (reporter Joglo Pos, red) datang, ada mahasiswi saya yang sms mau konsultasi,” terang Maryam.
Mahasiswa, kata dia, tidak perlu kesulitan untuk berkunjung atau berkonsultasi ke BKM FISIP. “Mahasiswa dapat langsung telepon kepada konselor yang diinginkan dan membuat jadwal dengan para konselor tersebut,” ujarnya.
Sementara itu Pembantu Dekan III Fakultas Teknik Syafrudin mengungkapkan, secara eksplisit BKM tidak ada dalam institusi fakultasnya. Tugas dan fungsi BKM secara implisit dilaksanakan melekat bersama kewenangan dan tugas dekanat atau fakultas melalui PD III FT.
Akan tetapi, fungsi ini menurut Syafrudin tidak sepenuhnya dilakukan PD III mengingat begitu luasnya FT. FT memiliki banyak jurusan dan mahasiswa. “Oleh karena itu, kewenangan ini dilimpahkan kepada jurusan masing-masing. Dalam hal ini diserahkan kepada koordinator bidang kemahasiswaan untuk menampung keluhan atau konsultasi dari mahasiswa dari masing-masing jurusan,” ucap dia.
Diselesaikan Bertingkat
Syafrudin mengatakan, sejauh ini permasalahan yang menyangkut mahasiswa berusaha diselesaikan secara bertingkat. Masalah mahasiswa sebisa mungkin diselesaikan di tingkat jurusan. Jika tidak bisa, maka baru dilimpahkan ke fakultas. PD III selanjutnya memilah dan meneruskan masalah tersebut ke pejabat yang berwenang menangani. “Seperti masalah keuangan kepada PD II, masalah akademik ke PD III, dan seterusnya,” kata Syafrudin.
Pembantu Rektor III Undip Sukinta menuding mahasiswa tidak mau memanfaatkan BKM. “Seharusnya mereka (mahasiswa, red) mau memanfaatkan fasilitas konsultasi di BKM,” imbau dia.
Hal ini menurut Sukinta juga diperparah oleh belum dijalankannya publikasi oleh semua fakultas. “Kami sudah memberi wewenang kepada masing-masing fakultas untuk mengurusinya. Tidak ada plang tulisan BKM di depan ruangan juga menyebabkan banyak mahasiswa yang tidak mengetahuinya,” tambahnya. Dia berujar, jika tidak dibenahi, BKM akan mengalami nasib yang sama dengan poliklinik yang tidak dimanfaatkan mahasiswa.
BKM berfungsi untuk membantu mahasiswa dalam menyelesaikan masalah akademis atau pribadi. Bila dijalankan fungsinya secara maksimal, BKM dapat menjadi tempat menampung keluhan dan permasalahan mahasiswa sehingga fakultas tahu keadaan mahasiswanya. (Bambang Rakhmanto, Mg1.4.8/ Manunggal)
Ruangan itu tampak sepi. Tidak ada aktivitas berarti di sana. Di atas pintu masuk ruangan itu, terpampang plang nama bertuliskan BKM FISIP.
BEGITULAH keadaan sehari-hari Badan Konsultasi Mahasiswa atau BKM di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro. BKM FISIP nyaris tak dikunjungi mahasiswa.Sungguh ironis, padahal BKM merupakan lembaga konsultasi yang bertugas membantu permasalahan yang dihadapi mahasiswa selama studi.
Beberapa mahasiswa yang ditemui Joglo Pos pun terkesan awam dengan keberadaan BKM. Presiden BEM FISIP Feby Grace Adriany bahkan mengaku tidak tahu kepanjangan dan letak BKM FISIP. “Mungkin karena jarang diekspos dan tidak kelihatan fungsinya. Kalau kelihatan berfungsi, pasti aware di benak mahasiswa,” ungkap mahasiswa Ilmu Komunikasi 2005 ini.
Keberadaan BKM yang asing di mata mahasiswa juga terjadi Fakultas Teknik. “Saya tidak tahu BKM itu apa dan tugasnya apa,” ujar Anggi, mahasiswa Teknik Arsitektur 2005.
Ketua BKM FISIP Maryam Musawa menerangkan, kurang dikenalnya BKM oleh mahasiswa terjadi karena minimnya sosialisasi. Sosialisasi sekarang hanya dilakukan dalam perkuliahan semata. “Itu yang saya sayangkan, sosialisasi BKM dulu dilakukan pada saat ospek. Sedangkan sekarang ospek sudah tidak ada, jadi sosialisasi secara resmi sudah hilang,” ujar dia.
Namun, Boy Fian Afriyanto, mahasiswa Ilmu Pemerintahan 2005 mengaku, selama 5 semester kuliah di Undip, dirinya belum pernah menyaksikan BKM FISIP melakukan sosialisasi di perkuliahan. “Saya justru tahu BKM dari teman-teman. Tapi (saya) tidak tahu siapa konsultannya, entah dosen atau orang khusus,” tutur Boy. Dia berpendapat, perlu ada penyebaran kuesioner tentang keberadaan BKM.
Soal BKM yang sepi peminat dibantah Maryam. Menurut dosen Administrasi Bisnis ini, cukup banyak mahasiswa yang datang ke BKM untuk berkonsultasi. “Mereka biasanya datang karena IP (indeks prestasi, red) turun atau masalah-masalah lain yang sedang dihadapi. Tadi saja sebelum Mas (reporter Joglo Pos, red) datang, ada mahasiswi saya yang sms mau konsultasi,” terang Maryam.
Mahasiswa, kata dia, tidak perlu kesulitan untuk berkunjung atau berkonsultasi ke BKM FISIP. “Mahasiswa dapat langsung telepon kepada konselor yang diinginkan dan membuat jadwal dengan para konselor tersebut,” ujarnya.
Sementara itu Pembantu Dekan III Fakultas Teknik Syafrudin mengungkapkan, secara eksplisit BKM tidak ada dalam institusi fakultasnya. Tugas dan fungsi BKM secara implisit dilaksanakan melekat bersama kewenangan dan tugas dekanat atau fakultas melalui PD III FT.
Akan tetapi, fungsi ini menurut Syafrudin tidak sepenuhnya dilakukan PD III mengingat begitu luasnya FT. FT memiliki banyak jurusan dan mahasiswa. “Oleh karena itu, kewenangan ini dilimpahkan kepada jurusan masing-masing. Dalam hal ini diserahkan kepada koordinator bidang kemahasiswaan untuk menampung keluhan atau konsultasi dari mahasiswa dari masing-masing jurusan,” ucap dia.
Diselesaikan Bertingkat
Syafrudin mengatakan, sejauh ini permasalahan yang menyangkut mahasiswa berusaha diselesaikan secara bertingkat. Masalah mahasiswa sebisa mungkin diselesaikan di tingkat jurusan. Jika tidak bisa, maka baru dilimpahkan ke fakultas. PD III selanjutnya memilah dan meneruskan masalah tersebut ke pejabat yang berwenang menangani. “Seperti masalah keuangan kepada PD II, masalah akademik ke PD III, dan seterusnya,” kata Syafrudin.
Pembantu Rektor III Undip Sukinta menuding mahasiswa tidak mau memanfaatkan BKM. “Seharusnya mereka (mahasiswa, red) mau memanfaatkan fasilitas konsultasi di BKM,” imbau dia.
Hal ini menurut Sukinta juga diperparah oleh belum dijalankannya publikasi oleh semua fakultas. “Kami sudah memberi wewenang kepada masing-masing fakultas untuk mengurusinya. Tidak ada plang tulisan BKM di depan ruangan juga menyebabkan banyak mahasiswa yang tidak mengetahuinya,” tambahnya. Dia berujar, jika tidak dibenahi, BKM akan mengalami nasib yang sama dengan poliklinik yang tidak dimanfaatkan mahasiswa.
BKM berfungsi untuk membantu mahasiswa dalam menyelesaikan masalah akademis atau pribadi. Bila dijalankan fungsinya secara maksimal, BKM dapat menjadi tempat menampung keluhan dan permasalahan mahasiswa sehingga fakultas tahu keadaan mahasiswanya. (Bambang Rakhmanto, Mg1.4.8/ Manunggal)
Break
Rob Ancam Nelayan
ROB yang melanda Semarang sepanjang tahun menimbulkan dampak serius bagi nelayan. Pendapatan mereka menurun akibat terjangan rob. Ketua DPW Perhimpunan Petani dan Nelayan Indonesia Jawa Tengah Riyono mengungkapkan, hal ini terjadi karena rusaknya tambak dan ekosistem pesisir karena gelombang naik.
“Dulu mereka (nelayan, red) sehari bisa dapat Rp 80 ribu. Sekarang paling-paling cuma Rp 50 ribu,” kata Riyono di sela-sela diskusi Rob: Tenggelamnya Semarang Pesona Asia, Akankah? yang diselenggarakan LPM Opini FISIP Universitas Diponegoro dan BBC Indonesia, Senin (19/11), di Ruang Serbaguna Magister Manajemen Undip.
Rob, papar Riyono, juga berdampak terhadap kehidupan sosial nelayan. Mereka kini tidak acuh lagi terhadap lingkungan. “Karena datangnya rutin, mereka menganggap rob sebagai hal yang biasa, bukan musibah,” jelas dia.
Riyono menilai, Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang selama ini kurang memperhatikan nasib nelayan. Ini terbukti dari APBD 2008, anggaran untuk nelayan kurang dari 10% dari total anggaran Dinas Perikanan dan Kelautan.
Pakar hidrologi Undip Robert J Kodoatie mengatakan, secara geologis, Semarang berada di wilayah tanah aluvial yang sedang mengalami konsolidasi. Kondisi tanah seperti ini menyebabkan Semarang senantiasa digenangi rob. “Dalam lima tahun terakhir, sekitar 900 hektar tambak di Semarang rusak atau hilang akibat rob,” terang dia.
Kondisi ini diperparah lagi dengan berubahnya tata guna lahan. Kawasan peresapan air dan preservasi untuk melestarikan sumber alam menjadi hilang. Belum lagi kenaikan muka air laut yang disebabkan pemanasan global.
Drainase konvensional yang mengandalkan gravitasi menurut Robert tidak akan memecahkan masalah rob di Semarang. “Satu-satunya cara adalah adaptasi. Jadi, bagaimana masyarakat menyesuaikan cara hidup mereka dengan lingkungan yang penuh rob,” ujar Robert. Dia mengusulkan agar Semarang memakai konsep water front city.
Kepala Subdinas Pengairan Dinas Pekerjaan Umum Kota Semarang Fauzi MT menjelaskan, Pemkot selama ini sudah berupaya menanggulangi rob. “Namun, lagi-lagi terkendala dengan masalah dana,” ucap dia. (Sri Mas Sari/ Manunggal)
ROB yang melanda Semarang sepanjang tahun menimbulkan dampak serius bagi nelayan. Pendapatan mereka menurun akibat terjangan rob. Ketua DPW Perhimpunan Petani dan Nelayan Indonesia Jawa Tengah Riyono mengungkapkan, hal ini terjadi karena rusaknya tambak dan ekosistem pesisir karena gelombang naik.
“Dulu mereka (nelayan, red) sehari bisa dapat Rp 80 ribu. Sekarang paling-paling cuma Rp 50 ribu,” kata Riyono di sela-sela diskusi Rob: Tenggelamnya Semarang Pesona Asia, Akankah? yang diselenggarakan LPM Opini FISIP Universitas Diponegoro dan BBC Indonesia, Senin (19/11), di Ruang Serbaguna Magister Manajemen Undip.
Rob, papar Riyono, juga berdampak terhadap kehidupan sosial nelayan. Mereka kini tidak acuh lagi terhadap lingkungan. “Karena datangnya rutin, mereka menganggap rob sebagai hal yang biasa, bukan musibah,” jelas dia.
Riyono menilai, Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang selama ini kurang memperhatikan nasib nelayan. Ini terbukti dari APBD 2008, anggaran untuk nelayan kurang dari 10% dari total anggaran Dinas Perikanan dan Kelautan.
Pakar hidrologi Undip Robert J Kodoatie mengatakan, secara geologis, Semarang berada di wilayah tanah aluvial yang sedang mengalami konsolidasi. Kondisi tanah seperti ini menyebabkan Semarang senantiasa digenangi rob. “Dalam lima tahun terakhir, sekitar 900 hektar tambak di Semarang rusak atau hilang akibat rob,” terang dia.
Kondisi ini diperparah lagi dengan berubahnya tata guna lahan. Kawasan peresapan air dan preservasi untuk melestarikan sumber alam menjadi hilang. Belum lagi kenaikan muka air laut yang disebabkan pemanasan global.
Drainase konvensional yang mengandalkan gravitasi menurut Robert tidak akan memecahkan masalah rob di Semarang. “Satu-satunya cara adalah adaptasi. Jadi, bagaimana masyarakat menyesuaikan cara hidup mereka dengan lingkungan yang penuh rob,” ujar Robert. Dia mengusulkan agar Semarang memakai konsep water front city.
Kepala Subdinas Pengairan Dinas Pekerjaan Umum Kota Semarang Fauzi MT menjelaskan, Pemkot selama ini sudah berupaya menanggulangi rob. “Namun, lagi-lagi terkendala dengan masalah dana,” ucap dia. (Sri Mas Sari/ Manunggal)
Break
Undip Makin Hijau
Mengapa tanahku rawan kini
Bukit-bukit-pun telanjang berdiri
Pohon dan rumput-rumput enggan bersemi kembali
Burung-burung-pun malu bernyanyi....
SYAIR lagu di atas membuka tasyakuran dan sarasehan Aksi Penghijauan Undip di Gedung Rektorat Lantai 1 Universitas Diponegoro, Rabu (28/11) malam.
Dalam sambutannya, Menteri Negara Lingkungan Hidup Rahmat Witoelar memuji langkah Undip menghijaukan kampus. ”Kampus Undip adalah kampus yang rindang, luas, asri, dan konsisten menjaga lingkungan hidup di area kampus,” ungkapnya.
Menurut Rahmat, pembangunan harus diikuti dengan pemeliharaan sumber daya alam. Setelah mengambil manfaat dari alam, harus dijaga keberlangsungannya bagi generasi berikutnya. ”Bumi ini tengah menuju kehancuran ekologis. Perubahan iklim telah memicu mencairnya es di kutub bumi. Hal ini disebabkan ulah manusia yang memakai banyak energi sehingga menimbulkan gas-gas buang yang berefek rumah kaca,” tandas dia.
Rektor Undip Susilo Wibowo menyampaikan, Undip akan mengajak mahasiswa dan sivitas akademika lebih peduli kepada lingkungan kampus. ”Lima hingga tujuh mahasiswa akan memelihara satu pohon yang disediakan pihak Undip,” jelasnya. Dengan langkah ini, lanjut dia, impian menjadikan kampus Undip makin asri dapat melibatkan seluruh lapisan akademis.
Pagi harinya, di kawasan kampus Undip Tembalang digelar penanaman pohon serentak. Sebanyak 2500 batang pohon ditanam dalam aksi penanaman itu. Kegiatan tersebut merupakan bagian dari aksi serupa yang diselenggarakan secara nasional. Di Jawa Tengah, sebanyak 3.047.771 batang pohon ditanam sebagai bagian aksi nasional.
Kampus Undip Tembalang memiliki luas 200 hektar dan terletak di daerah Semarang atas. Posisinya yang strategis diharapkan menjadi pusat konservasi dan mitigasi lingkungan Semarang.
Undip tengah mengerjakan master plan kampus dengan konsep ecoedutorism. Sepuluh tahun ke depan, Undip akan mengadakan program hutanisasi kampus hingga 60% dari keseluruhan lahan tanam. Diharapkan dengan konsep ini, akan terwujud kampus Undip yang sejuk, nyaman, indah, dan bebas karbonmonoksida (CO) sekaligus menjadi pusat rekreasi hutan kota di Semarang. Undip juga telah memiliki duta lingkungan Undip, Poppy Dharsono.
Pentas seni Green Campus in Action turut pula digelar malam itu. Puluhan mahasiswa ikut unjuk gigi memperebutkan piala yang diserahkan Menteri Negara Lingkungan Hidup. (Rochmat Ali Syaefudin/ Manunggal)
Mengapa tanahku rawan kini
Bukit-bukit-pun telanjang berdiri
Pohon dan rumput-rumput enggan bersemi kembali
Burung-burung-pun malu bernyanyi....
SYAIR lagu di atas membuka tasyakuran dan sarasehan Aksi Penghijauan Undip di Gedung Rektorat Lantai 1 Universitas Diponegoro, Rabu (28/11) malam.
Dalam sambutannya, Menteri Negara Lingkungan Hidup Rahmat Witoelar memuji langkah Undip menghijaukan kampus. ”Kampus Undip adalah kampus yang rindang, luas, asri, dan konsisten menjaga lingkungan hidup di area kampus,” ungkapnya.
Menurut Rahmat, pembangunan harus diikuti dengan pemeliharaan sumber daya alam. Setelah mengambil manfaat dari alam, harus dijaga keberlangsungannya bagi generasi berikutnya. ”Bumi ini tengah menuju kehancuran ekologis. Perubahan iklim telah memicu mencairnya es di kutub bumi. Hal ini disebabkan ulah manusia yang memakai banyak energi sehingga menimbulkan gas-gas buang yang berefek rumah kaca,” tandas dia.
Rektor Undip Susilo Wibowo menyampaikan, Undip akan mengajak mahasiswa dan sivitas akademika lebih peduli kepada lingkungan kampus. ”Lima hingga tujuh mahasiswa akan memelihara satu pohon yang disediakan pihak Undip,” jelasnya. Dengan langkah ini, lanjut dia, impian menjadikan kampus Undip makin asri dapat melibatkan seluruh lapisan akademis.
Pagi harinya, di kawasan kampus Undip Tembalang digelar penanaman pohon serentak. Sebanyak 2500 batang pohon ditanam dalam aksi penanaman itu. Kegiatan tersebut merupakan bagian dari aksi serupa yang diselenggarakan secara nasional. Di Jawa Tengah, sebanyak 3.047.771 batang pohon ditanam sebagai bagian aksi nasional.
Kampus Undip Tembalang memiliki luas 200 hektar dan terletak di daerah Semarang atas. Posisinya yang strategis diharapkan menjadi pusat konservasi dan mitigasi lingkungan Semarang.
Undip tengah mengerjakan master plan kampus dengan konsep ecoedutorism. Sepuluh tahun ke depan, Undip akan mengadakan program hutanisasi kampus hingga 60% dari keseluruhan lahan tanam. Diharapkan dengan konsep ini, akan terwujud kampus Undip yang sejuk, nyaman, indah, dan bebas karbonmonoksida (CO) sekaligus menjadi pusat rekreasi hutan kota di Semarang. Undip juga telah memiliki duta lingkungan Undip, Poppy Dharsono.
Pentas seni Green Campus in Action turut pula digelar malam itu. Puluhan mahasiswa ikut unjuk gigi memperebutkan piala yang diserahkan Menteri Negara Lingkungan Hidup. (Rochmat Ali Syaefudin/ Manunggal)
Salam Dari Joglo
Saatnya Berpulang pada Etika
PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) barangkali jengkel dengan ulah para tokoh penting yang saling kebut-kebutan mendeklarasikan diri siap dicalonkan sebagai presiden pada Pemilu 2009. Bagaimana tidak, saat masa pemerintahannya merayapi detik-detik terakhir, para capres malah asyik bersafari sambil tepe-tepe (tebar pesona) ke mana-mana. Padahal, pemilihan masih lama. Jadwal kampanye pun urung ditentukan. Jadilah SBY merasa ditinggal sendirian oleh kawan-kawannya.
Tak heran jika SBY kemudian mengajak mereka semua agar beretika. SBY meminta semua pihak memberikan keleluasaan pada pemerintahannya untuk menyelesaikan tugas hingga masa jabatan berakhir. Atau dengan kata lain, SBY menganggap para capres tidak beretika karena mengutamakan kepentingan golongan di atas kepentingan bangsa. Demi kampanye, para capres membiarkan rakyat terkotak-kotak terlalu dini.
Saat SBY angkat bicara soal etika, agaknya bukan hanya capres-capres itu yang mestinya tersengat. Semua kalangan seharusnya merenung, sudahkah kita beretika. Tidak peduli pejabat, ulama, wartawan, mahasiswa, mau tidak mau kita semua lahir di dunia etika.
Menangguhkan pekerjaan yang menjadi tanggung jawab kita jelas tidak beretika alias imoral. Apa pasal? Mengulur-ulur waktu menuntaskan pekerjaan tentu merugikan orang lain. Itu sama saja memberi orang lain harapan kosong. Orang lain telah menyelesaikan tugasnya, tetapi kita belum juga menyerahkan hasil kerja kita. Apalagi namanya kalau bukan bentuk penelantaran tanggung jawab? Padahal, pekerjaan kita dan pekerjaan orang lain saling melengkapi. Jika satu pekerjaan terbengkalai, maka yang lain tak berarti. Alhasil, rencana berantakan. Sistem kerja pun rusak tak keruan.
Sama juga dengan organisasi macam pers mahasiswa (baca: persma). Masalah terberat yang dihadapi persma selama ini adalah bekerja bersama orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Orang-orang macam ini mengancam keberlangsungan persma.
Persma memang tidak menjanjikan uang. Kerja kita hanya berbuah pengalaman. Jika sejak awal kita telah berkomitmen terjun ke dalam persma, bukankah tidak etis menanggalkan tugas tanpa sebab jelas? Ya, cobalah berpulang pada etika... (Redaksi)
PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) barangkali jengkel dengan ulah para tokoh penting yang saling kebut-kebutan mendeklarasikan diri siap dicalonkan sebagai presiden pada Pemilu 2009. Bagaimana tidak, saat masa pemerintahannya merayapi detik-detik terakhir, para capres malah asyik bersafari sambil tepe-tepe (tebar pesona) ke mana-mana. Padahal, pemilihan masih lama. Jadwal kampanye pun urung ditentukan. Jadilah SBY merasa ditinggal sendirian oleh kawan-kawannya.
Tak heran jika SBY kemudian mengajak mereka semua agar beretika. SBY meminta semua pihak memberikan keleluasaan pada pemerintahannya untuk menyelesaikan tugas hingga masa jabatan berakhir. Atau dengan kata lain, SBY menganggap para capres tidak beretika karena mengutamakan kepentingan golongan di atas kepentingan bangsa. Demi kampanye, para capres membiarkan rakyat terkotak-kotak terlalu dini.
Saat SBY angkat bicara soal etika, agaknya bukan hanya capres-capres itu yang mestinya tersengat. Semua kalangan seharusnya merenung, sudahkah kita beretika. Tidak peduli pejabat, ulama, wartawan, mahasiswa, mau tidak mau kita semua lahir di dunia etika.
Menangguhkan pekerjaan yang menjadi tanggung jawab kita jelas tidak beretika alias imoral. Apa pasal? Mengulur-ulur waktu menuntaskan pekerjaan tentu merugikan orang lain. Itu sama saja memberi orang lain harapan kosong. Orang lain telah menyelesaikan tugasnya, tetapi kita belum juga menyerahkan hasil kerja kita. Apalagi namanya kalau bukan bentuk penelantaran tanggung jawab? Padahal, pekerjaan kita dan pekerjaan orang lain saling melengkapi. Jika satu pekerjaan terbengkalai, maka yang lain tak berarti. Alhasil, rencana berantakan. Sistem kerja pun rusak tak keruan.
Sama juga dengan organisasi macam pers mahasiswa (baca: persma). Masalah terberat yang dihadapi persma selama ini adalah bekerja bersama orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Orang-orang macam ini mengancam keberlangsungan persma.
Persma memang tidak menjanjikan uang. Kerja kita hanya berbuah pengalaman. Jika sejak awal kita telah berkomitmen terjun ke dalam persma, bukankah tidak etis menanggalkan tugas tanpa sebab jelas? Ya, cobalah berpulang pada etika... (Redaksi)
Langganan:
Postingan (Atom)