Anda Berminat Memasang Iklan di Produk Kami?
Jangan Ragu-ragu, Hubungi:

Kantor Redaksi, Iklan dan Sirkulasi

Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) Joglo Undip
Jl. Imam Bardjo SH No.2 Semarang 50241
Telp. (024)8446003
e-mail: lpmmanunggal@plasa.com
http://www.lpmmanunggal.com

07 April 2008

Off Air Show

Workshop Desain Grafis
Draw Your Imagination with Manunggal

Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Manunggal Universitas Diponegoro Semarang bekerjasama dengan Rumah Desain Calon Menantu, Sabtu-Minggu (12-13/1) menggelar Workshop Desain Grafis “Draw Your Imagination” di Perpustakaan FISIP Undip Lantai 2, Jalan Imam Bardjo, SH. No. 1 Semarang.
Acara yang diikuti tak kurang dari 70 peserta ini diisi langsung oleh trainer dari Calon Menantu. Sebagian pemateri adalah lulusan desain grafis Institut Seni Surabaya (ISI) dan Intitut Teknologi Bandung (ITB). Materi yang diberikan meliputi Nirmana dua dimensi dan tiga dimensi, Tipografi, Filsafat dan Psikologi Desain, serta Fotografi. Peserta tak hanya mahasiswa, beberapa siswa SLTA pun ikut memeriahkan workshop selama dua hari ini.
Rohmatul Abadiyah, salah satu panitia pelaksana workshop mengatakan, kegiatan ini ditujukan untuk memeberikan pemahaman serta pengetahuan baru mengenai desain grafis dan media komunikasi visual. “Diharapkan seusai kegiatan peserta tidak hanya pandai mendesain, tetapi juga mampu secara jeli menangkap ide sehingga karya yang dihasilkan akan bervariasi,” tutur mahasiswa Diploma III Public Relation FISIP Undip ini.
Semarang, dibanding Jogja atau Bandung memang tetinggal dalam urusan perkembangan desain grafis. Media-media seperti workshop ini diharapkan mampu melahirkan desainer handal yang berkelas. Dalam acara ini, dilombakan pula sampul majalah terbaru Manunggal yang bertema Astrologi yang akan terbit awal Februari 2008. (Rochmat Ali Syaefudin/ Cyber)

SMS Buat Bang Jo

Pembaca yang ingin menyampaikan komentar, keluhan, kritik, atau saran seputar persoalan di Undip, dapat mengirimkan pesan lewat sms ke nomor 081585431568 dan akan dimuat melalui Joglo Pos.

Kepala UPT Perpustakaan Yth, mohon jam oprasional diperpanjang, berkaitan dengan misi Undip “menuju universitas riset” perpus memiliki peran sentral dalam mewujudkannya. Untuk sekelas Undip seharusnya memiliki perpus yang buka sampai malam. (+6285641699xxx)

Undip sebagai lembaga pendidikan kalau menyelesaikan persoalan dengan lingkungan harusnya proposional. Kok malah memakai cara seperti suap-menyuap, kolusi, korupsi dan nepotisme. Perbaiki dong kebusukan-kebusukan dan sejenisnya. Kasihan warga masyarakat dibuat menderita (+6285866357xxx)

Kenapa ruang RG.2& RG.3 Fak Sastra kotor baik lantai dan kursinya? Apa karena mahasiswa regular bayar SPP-nya sedikit? katanya Universitas Riset? Apa yang riset? riset kok banyak ulet- uletnya. (+628085641041xxx)

Kepada dekan fakultas sastra atau siapapun yang berwenang, tolong ada pegawai perpustakaan fakultas sastra yang merokok di dalam ruang perpus padahal dalam peraturannya tidak boleh. (+6281326271xxx)

Bang Jo

PR 3 mengatakan, mahasiswa bukannya kurang minat pada penelitian, hanya kurang antusias.
Minat sama antusias bedanya apa, Pak?

Banyak mahasiswa yang belum tahu apa itu BLU.
Udah pada ketularan virus EGP (Emang Gue Pikirin)-nya Maia Estianty, kali!

Ekstensi hilang, digantikan Reguler Siang.
Bayarnya tetap sama mahal.

Sorotan

Minat Penelitian Mahasiswa Masih Rendah

Rencana Undip untuk menjadi universitas riset pada 2010 tampaknya kurang didukung para mahasiswanya.

TERBUKTI, masih sedikit mahasiswa yang menghasilkan karya-karya ilmiah. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya minat dari mahasiswa sendiri untuk melakukan penelitian.
Di Fakultas Teknik (FT), misalnya. Menurut Ir Syafrudin CES MT, PD III FT, dari 44 proposal penelitian yang diajukan ke Dikti, hanya 25 yang disetujui. ”Jika dibandingkan dengan jumlah mahasiswa FT, yang mengikuti penelitian itu masih tergolong sedikit. Kira- kira hanya 10% dari total mahasiswa FT,” ungkap Syafrudin.
Beberapa alasan disebut Syafrudin sebagai kendala minimnya jumlah mahasiswa yang melakukan penelitian. Banyaknya jumlah jurusan atau program studi FT (12 jurusan- red) dan jauhnya letak gedung satu dengan lainnya dikatakan Syafrudin menjadi alasan sering telatnya pihak fakultas dalam menyampaikan tawaran penelitian.
Selain itu, problem finansial juga turut andil mengurangi antusiasme mahasiswa melakukan penelitian. ”Padahal, mahasiswa yang mengalami kendala finansial dapat dibantu. Oleh dosen pembimbing, proposal penelitian dapat diajukan ke pihak universitas untuk meminta bantuan dana,” jelas Syafrudin.
Sedangkan Pembantu Rektor III Sukinta mengatakan, kurangnya penelitian yang dilakukan mahasiswa dikarenakan para mahasiswa tidak mau mengakses informasi dari universitas. Padahal, informasi mengenai penelitian sudah diumumkan ke fakultas-fakultas yang ada di Undip melalui PD III dan lewat website Undip.
”Penelitian diharapkan berdasarkan minat dan kemampuan mahasiswa sendiri, tidak dengan ”disuapi”. Dengan cara itu, mahasiswa diharapkan dapat menghasilkan karya- karya yang dapat dibanggakan,” tambahnya.
Dosen Juga Berbenah
Abdullah, dosen Fakultas Sastra berpendapat lain. ”Yang pertama harus diubah adalah (kualitas- red) SDM dosen,” kata Abdullah. Menurutnya, selama ini banyak dosen yang terlalu sibuk dengan rutinitasnya. ”Sebaiknya, rutinitas tersebut diganti dengan melakukan penelitian pengabdian,” gagasnya.
Senada dengan Abdullah, Fahmi, Dosen Jurusan Teknik Kimia menganggap para dosen seharusnya bisa mengarahakan mahasiswanya secara psikologis untuk meningkatkan kreativitas mereka dalam penelitian. ”Selain itu, dosen juga harus men-support mahasiswa untuk mengaplikasikan ide mereka ke dalam penelitian,” papar Fahmi.
Sedangkan Jumail, mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia mengatakan, di lingkungan Undip, iklim ilmiah belum tercipta dengan baik. ”Karena orientasi para mahasiswa yang berkuliah di Undip masih terlalu sederhana,” jelas dia yang sedang menyelesaikan skripsinya. Padahal dengan melaksanakan penelitian, mahasiswa sebagai subyek pendidikan dapat meningkatkan kompetensi mereka, dibantu dosen sebagai fasilitator, tentunya.
Bantuan Dikti
Salah satu mahasiswa Undip yang pernah melakukan penelitian, Wari Susanto mengaku, melakukan penelitian itu mengasyikkan. “Selain itu juga cukup menguntungkan,” ujar mahasiswa D3 Teknik Kimia angkatan 2004 itu. Susanto telah dua kali melakukan penelitian, salah satunya adalah penelitian yang diselenggarakan oleh Dikti sebagai program tahunan, dengan sistem pengumpulan dan penyeleksian proposal-proposal dari berbagai universitas.
”Jika proposal yang diajukan lolos seleksi, maka tim mahasiswa tersebut dapat melakukan penelitian dan biayanya ditanggung seluruhnya oleh Dikti. Nantinya, Dikti secara langsung mengawasi pelaksanaan penelitian itu hingga selesai. Jika hasil penelitian tersebut dianggap sesuai dengan ketentuan, akan diikutsertakan dalam kompetisi tingkat nasional,” terang Susanto.
Imbalan Rektorat
Untuk memotivasi mahasiswa dalam melakukan penelitian, Sukinta mengabarkan rektorat telah menyediakan reward untuk setiap mahasiswa yang melakukan penelitian. Tiap proposal yang masuk ke rektorat, akan ”dihargai” lima puluh ribu rupiah. Tak hanya itu, mahasiswa yang akan menjalankan penelitian juga di”iming-iming”i berbagai fasilitas.
Terakhir Sukinta menghimbau, ”Birokrat fakultas seperti PD III dan para dosen wali sebaiknya berperan aktif dan bekerjasama dalam mendukung mahasiswanya untuk melakukan penelitian,”. (Otit, Vania, Puthing/ Manunggal)

Ayat-Ayat Cinta, Novel vs Film

Kamis (20/3), Insani Undip bekerjasama dengan Basmala mengadakan diskusi bertema “Novel dan Film Ayat-ayat Cinta Versi Bajakan” di Masjid Kampus Undip, Tembalang. Acara yang dihadiri oleh pengarang Ayat-Ayat Cinta (AAC)- Habiburahman El sirazy beserta adiknya Ust. Anif Sirsaeba, MbQ, serta salah satu penulis sekaligus pendiri Forum Lingkar Pena (FLP) Pusat Helvy Tiana Rosa ini cukup menyedot perhatian. Terbukti, ruang utama penuh dengan mahasiswa dan mahasisiwi Undip.
Dalam diskusi interaktif yang dimulai pukul 09.00 ini, Helvy mengungkapkan kekecewaannya terhadap film AAC. “Jujur saya kecewa. Banyak penokohan dalam film yang tidak sesuai dengan novel. Yang hampir sama hanya penokohan Maria,” ujarnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Habiburrahman. Kang Abik, begitu ia biasa disapa, juga menyayangkan adanya pembajakan film maupun novel AAC. “Pembajakan akan selalu ada selama masih ada orang yang menonton atau membaca karya bajakan tersebut,” keluhnya. (Sonia/ Manunggal)

Break

Cegah Pemanasan Global dengan Mangrove

Pada Jumat-Minggu (14-16/3), Kelompok Studi Ekosistem Mangrove Teluk Awur (Kesemat) mengadakan kegiatan bertema Mangrove Cultivation 2008. Acara yang diselenggarakan di kampus Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Undip di Teluk Awur Jepara ini diisi dengan penyuluhan dan penanaman bibit mangrove. Sebelum penanaman mangrove, terlebih dulu diadakan Seminar Global Warming pada hari pertama (14/3).
Diikuti 50 orang peserta, seminar itu menghadirkan perwakilan dari berbagai macam instansi. Selain dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), turut hadir wakil dari Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), perwakilan Pemerintah Kabupaten Jepara, untuk membahas pemanasan global dari berbagai perspektif.
Dijelaskan dalam seminar, pembibitan mangrove jenis Rhizopora Apiculata, Ceriops Sp., dan Bruguiera Czylndrica merupakan salah satu upaya mencegah pemanasan global. Selain dapat menyerap Karbondioksida (CO2), mangrove juga efektif menahan abrasi pantai.
Sunanto Kusuma, salah satu panitia Mangrove Cultivation 2008 berujar, kegiatan ini merupakan salah satu bagian program kerja Kesemat. “Pertengahan tahun ini kami akan mengadakan Mangrove Replant,” kata Sunanto mengenai program lanjutannya yang masih terkait usaha pencegahan pemanasan global. (Alfi/ Manunggal)

Break

Pilgub Perwujudan Demokrasi Sehat

Di tengah maraknya kampanye Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Tengah yang akan diselenggarakan Juni 2008 mendatang, BEM Fakultas Hukum Undip menggelar “Dialog Calon Gubernur Jateng”, Sabtu (08/3). Acara yang bertempat di Hotel Pandanaran ini mengundang para calon gubernur (cagub) untuk berdiskusi aktif dengan kalangan mahasiswa dan pelajar.
Tema yang diusung, “Membangun Demokrasi Jateng dengan Semangat Nasionalisme”, diharapkan dapat menjadi dasar pendidikan politik bagi kalangan akademisi, sehingga dapat menyaring dan mensinergikan politik praktis dalam kehidupan kampus.
“Indonesia adalah negeri seribu pemilu. Hampir setiap hari, di negeri kita ini terselenggara pemilu, mulai dari tingkat terendah sampai tertinggi,” tutur Dekan FH Undip, Arief Hidayat, dalam sambutan pembukaannya. Hal itu berarti, negara kita adalah negara demokrasi yang besar, hanya demokrasi itu sendiri yang sering disalahgunakan untuk kepentingan kekuasaan.
Pada intinya, konteks demokrasi adalah memberikan kesejahteraan kepada rakyat melalui jalur politik, sehingga kelak siapapun yang terpilih tidak masalah, asal rakyat dapat mengenyam kemakmuran. “Untuk Pilgub Jateng diperlukan anggaran Rp 600 milyar. Ini adalah praktek demokrasi yang harus dibayar mahal, karena itu diharapkan rakyat dapat berpartisipasi menggunakan hak pilihnya,” ujar Tamzil, salah satu calon gubernur Jateng.
Kendati bisa dibilang sukses, sirat kekecewaan tampak dari sebagian peserta. Wajar, karena dari enam calon gubernur yang dijanjikan, yang datang hanya HM Tamzil dan Nur Rahmat, perwakilan dari Bambang Sadono.
Bahkan dalam sesi pertanyaan terakhir, acara hanya merupakan “monolog” dari Tamzil, karena Nur Rahmat meninggalkan dialog demi mengikuti acara lain. Selain itu, acara yang molor selama hampir dua jam perlu menjadi perhatian tersendiri bagi panitia kegiatan. (Ridha/ Manunggal)

Fokus

BLU Masih Tunggu SK Dikti

Undip “mematangkan” diri menjadi universitas bersistem Badan Layanan Umum (BLU) pertama di Indonesia, begitu hasil dari Rapat Kerja Undip 2008 yang diadakan di Gedung Soedarto SH, Tembalang (26-27/2)

NANTINYA, BLU yang disebut berorientasi pada kenyamanan mahasiswa, akan menjadi dasar bagi tatanan hukum yang akan mempengaruhi kematangan Undip ke depannya.
Sayang, saat ini banyak mahasiswa yang belum paham apalagi mengetahui akan berubahnya status badan hukum Undip. Dari beberapa mahasiswa dan dosen yang ditanya oleh Manunggal, mayoritas mengaku belum tahu apa itu BLU.
Sosialisasi hingga kini memang belum dilakukan universitas. Dekan tiap fakultas nantinya wajib menyosialisasikan konsep BLU pada dosen, Tata Usaha, BEM, serta Senat Mahasiswa.
Tunggu SK Dikti
Pembantu Rektor IV Muhamad Nur menjelaskan, persiapan Undip untuk menjadi BLU sudah sampai pada tahap penyempurnaan proposal. Berikutnya, proposal tersebut akan dikirim ke Menteri Pendidikan Nasional dan Menteri Keuangan. “Proposal yang dikirim itu terdiri dari proposal standar pelayanan minimal, proposal tata kelola, proposal laporan keuangan, proposal strategi bisnis lima tahun ke depan, dan proposal laporan audit,” ungkap dia.
BLU rencananya baru akan diimplementasikan pada awal tahun ajaran 2008-2009 mendatang. Namun Humas Undip Adi Nugroho mengatakan, sebenarnya kapan pastinya BLU akan diresmikan masih belum jelas. “Konsep BLU masih terus dimatangkan,” kata Adi yang juga mengajar di Jurusan Ilmu Komunikasi. Sudah setahun Undip meng-godok konsep BLU. Saat ini, sesuai apa yang dikatakan Muhammad Nur, pihak universitas sedang menunggu surat keputusan dari Dikti.
BLU Prospektif?
Adi menambahkan, BLU akan memudahkan Undip dalam pengelolaan keuangan. ”Selama ini pengelolaan keuangan Undip dengan pola perguruan tinggi negeri (PTN) harus dilaporkan secara biografis, melalui berbagai jenjang. Sehingga untuk mencairkan dana yang ada di Undip, diperlukan proses yang lama. Ketidakleluasaan itulah yang membuat Undip harus berubah dan memiliki layanan yang dapat mempercepat proses pengalokasian dana, karena ke depannya Undip dituntut untuk semakin maju, cepat dan efisien,” papar Adi.
Dengan adanya BLU, lanjut Adi, dimungkinkan pula akan adanya terobosan-terobosan baru dalam mencari dana. Selama ini, dana terbesar universitas yang dialokasikan untuk berbagai keperluan Undip, masih diperoleh dari SPP mahasiswa.
Menurut Dekan FISIP Drs. Warsito SU, sistem BLU lebih fleksibel di beberapa aspek dibandingkan dengan sistem Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Untuk bidang administrasi, Warsito senada dengan Adi yang berujar, BLU mengusahakan agar mahasiswa tidak dijadikan objek penghasil dana universitas. Contoh lain perbedaan BLU dan BHMN ada pada status dosen. Jika BHMN mengangkat dosen dengan sistem kontrak, status dosen dalam BLU adalah pegawai negeri. (Vania, Mia, Alfi/ Manunggal)

Salam Dari Joglo

Ekstensi Dihapus Demi Persamaan Status

Apa kabar pembaca? Awal tahun 2008, beberapa keputusan penting diambil Undip. Seperti diubahnya nama sekaligus akreditasi S1 Ekstensi menjadi Reguler 2, dibukanya 2 gelombang pendaftaran untuk Ujian Mandiri (UM) Undip, hingga makin dimantapkannya BLU sebagai status badan hukum Undip.
Di edisi perdana ini, Joglo Pos mengangkat ketidakjelasan nasib D3 akibat dari keputusan baru Undip yang meniadakan program Ekstensi. Perlu sosialisasi lebih lanjut, begitu yang tersurat dari banyaknya mahasiswa Undip yang belum paham “penghapusan” Ekstensi. Sosialisasi Undip mengenai Ekstensi yang dilakukan “hanya” melalui media tampaknya belum efektif mengabarkan, Ekstensi bagai sekadar “berganti baju”. Lulusan D3 tetap bisa melanjutkan stusi ke jenjang S1, dengan prosedur yang sama seperti tahun lalu.
Rektor Undip yang menyatakan berganti namanya Ekstensi menjadi Reguler 2 adalah demi persamaan akreditasi, semoga berpengaruh terhadap kenyamanan mahasiswa. Pudarnya diskriminasi pada lulusan Ekstensi, semoga juga terkikis dengan perubahan status Ekstensi menjadi Reguler 2. Sehingga perubahan nama ini tak sekadar membingungkan mahasiswa, tetapi dapat meniupkan angin sejuk baik bagi lulusan D3 maupun Ekstensi.
Kita tunggu juga, apakah BLU yang mulai dimatangkan menjadi badan hukum Undip benar-benar akan membawa perubahan positif yang berorientasi pada kenyamanan mahasiswa, serta tak lagi menjadikan mahasiswa sebagai penghasil dana terbesar daru universitas. Setelah diimplementasikan, kita lihat apakah BLU ala Undip lebih menguntungkan mahasiswa dibandingkan universitas lain penyandang status BHMN. Redaksi

Sajian Utama

Ekstensi “Ganti Baju”

MULAI tahun ajaran 2008/2009, Undip akan menghapuskan program Ekstensi. Dampak dihapuskannya peniadaan program nonreguler tersebut dirasakan mahasiswa D3, yang bingung dengan nasib mereka setelah lulus.
Namun Rektor Undip Prof Susilo Wibowo dalam acara “Diskusi Kontroversi Program Ekstensi Undip”, Selasa (25/3), di Lantai II Perpustakaan FISIP Undip berujar, mahasiswa D3 yang telah lulus bisa bernafas lega, karena tetap dapat melanjutkan ke program S1 “kelas sore”. Nantinya, mahasiswa D3 melewati tahapan layaknya mekanisme penerimaan mahasiswa baru seperti registrasi, matrikulasi, dan mengikuti tes masuk. “Setelah lulus tes, mahasiswa tersebut langsung masuk semester 7,” jelas Susilo.
Sebelum dilaksanakan diskusi yang diselenggarakan Forum Rembug HMJ FISIP Undip tersebut, sempat ada isu yang mengatakan program S1 “kelas sore” hanya akan menerima lulusan dari Sekolah Menengah Atas (SMA). Itu berarti, lulusan D3 tidak berkesempatan melanjutkan studinya di Undip. “Terus aku mau melanjutkan di mana? Masa didepak begitu saja?” keluh Tanti, mahasiswi D3 Program Studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi Undip.
Tanti bukan satu-satunya mahasiswa yang bingung pascapenghapusan ekstensi. Baik mahasiswa D3, S1 Reguler, maupun SI Ekstensi, masih banyak yang menganggap dihapuskannya Ekstensi berarti tertutupnya peluang bagi lulusan D3 untuk melanjutkan kuliah di Undip. Padahal seperti yang terungkap dalam diskusi yang dihadiri pula oleh Dekan FISIP, Warsito dan Presiden BEM Undip, Ariyanto Nugroho, Ekstensi sekadar “ganti baju”. Reguler sore atau Reguler 2, begitu nantinya Ekstensi disebut.
Diungkapkan oleh Humas Undip Adi Nugroho, penggantian nama Ekstensi menjadi Reguler sore atau Reguler 2 telah disahkan pada pertengahan Februari 2008 oleh Rektor Undip beserta pejabat-pejabat di bawahnya. “Keputusan ini diambil untuk menghindari pemikiran-pemikiran negatif tentang Ekstensi,” ucap Adi. Selama ini menurut Adi, istilah Ekstensi bisa saja menjadi beban psikologis bagi para mahasiswa program tersebut.
Susilo menambahkan, dibukanya kelas Reguler 2 merupakan ekses dari banyaknya Perguruan Tinggi (PT) swasta yang tidak senang dengan adanya program Ekstensi. Selain itu, banyak perusahaan yang menolak calon karyawan yang di ijazahnya tercantum status Ekstensi, karena perbedaan akreditasi Ekstensi dengan Reguler. “Dengan dibukanya kelas Reguler siang (Reguler 2- red) diharapkan mahasiswa akan mendapat perlakuan yang sama, kesempatan yang sama untuk dapat bekerja, dan memiliki akreditas yang sama dengan kelas Reguler pagi (Reguler 1- red),” terang Susilo.
Yang membedakan Reguler 1 dengan Reguler 2 adalah administrasinya. Jika Regular 1 jam kuliahnya pagi, Regular 2 sore. Namun tidak menutup kemungkinan Regular 2 masuk pagi, jika fakultas memiliki kelas-kelas yang khusus disediakan untuk Reguler 2. “Secara substansial (Reguler 1 dan 2- red) sama. Fasilitas dan perlakuan yang diberikan juga sama,” tutur Turnomo Rahardjo, Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Undip.
Perbedaan ada pada pengelolaan. Menurut Turnomo, jika dulu Ekstensi dikelola fakultas, nantinya Ekstensi yang berganti nama menjadi Reguler 2 akan dikelola universitas. Masalah biaya, tak ada yang beda. Sama seperti Ekstensi yang selama ini lebih mahal dari Reguler, Reguler 2 pun akan “bertarif” lebih tinggi dari Reguler 1.
Perlu Sosialisasi
Menanggapi berubahnya Ekstensi menjadi Reguler 2, Ketua Himpunan Mahasiswa Ekstensi Jurusan Teknik Planologi, Satya menyayangkan tidak adanya sosialisasi dari pihak Undip atas keputusan penggantian nama. “Kami tahunya tiba-tiba, kalau ekstensi sudah berubah menjadi Reguler 2,” kata mahasiswa angkatan 2006 itu.
Sedangkan, Presiden BEM KM Undip Ariyanto Nugroho mengatakan, pihak universitas tidak memberitahukan pergantian nama Ekstensi menjadi Reguler 2 langsung pada BEM. “Kami tahu melalui media,” ujar Ariyanto.
Lebih lanjut Ariyanto mengaku tidak mempermasalahkan ganti nama selama hal tersebut tidak merugikan mahasiswa. “Perlu dilihat, apakah ada keuntungan yang dirasakan oleh mahasiswa Ekstensi yang merasakan dampak langsung dari keputusan ini,” jelas dia.
BEM hingga kini belum mendeteksi dampak perubahan Ekstensi menjadi Reguler 2. “Sampai saat ini masih dalam tahap pencarian data, apakah fasilitas yang dirasakan mahasiswa atas keputusan ini masih sama atau berbeda dengan sebelum keputusan ini turun,” tutur Ariyanto. (Nova, Puthing, Mia, Agung/ Manunggal)

Break

Migrant Workers Berhak Diperhatikan

WARGA Negara Indonesia (WNI) yang bepergian ke luar negeri harus melaporkan diri ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) setempat. Jadi ketika ada masalah apapun, KBRI dapat membantu yag bersangkutan.
Demikian disampaikan Direktur Perlindungan WNI Departemen Luar Negeri RI Teguh Wardoyo saat berbicara dalam seminar nasional Perlindungan Tenaga Migran (migrant workers) Indonesia di Luar Negeri, Kamis (6/11), di gedung Pascasarjana Universitas Diponegoro.
Persoalan tenaga kerja Indonesia (TKI) menurutnya muncul sejak calon tenaga kerja menjalani rekrutmen pada agen tenaga kerja luar negeri. Tak jarang KBRI harus bekerja ekstra dalam membantu memecahkan permasalahan TKI di luar negeri. “Hal kecil yang kadang menjadi masalah adalah perbedaan budaya antara Indonesia dan negara tujuan TKI,” ungkap Teguh.
Sopan-santun yang menjadi khas masyarakat Indonesia tak jarang memicu permasalahan bagi para TKI. “TKW senyum, majikan malah mengartikannya lain,” tambah alumnus Fakultas Hukum Undip angkatan 1981 ini.
Acara yang diselenggarakan bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Undip ini mengangkat tema perlindungan bagi TKI. Akhir-akhir ini banyak sekali kasus kekerasan terhadap TKI di luar negeri yang tak jarang menimbulkan korban jiwa. Selain Teguh, hadir pula perwakilan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Tengah dan LRC-KJHAM.
Kosordinator LRC-KJHAM, Evarisan, mengkritik nilai tawar Indonesia yang amat kurang di mata negara tujuan TKI. “Dibandingkan dengan Singapura, Indonesia nilai tawarnya amat kurang,” tegasnya.
Langkah yang dapat diambil Indonesia untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan melalui jalur diplomasi atau hubungan luar negeri dengan negara-negara tujuan TKI. (Rochmat Alie/Manunggal)

Break

Mengenal Sejarah Maritim Indonesia

DUNIA
bahari atau maritim nusantara dapat dipandang sebagai kehidupan yang penuh keragaman dan kompleksitas. Di samping itu, dunia bahari memiliki kekuatan menjadi pemersatu dalam proses dinamika sejarah masyarakat dan bangsa Indonesia.
Hal tersebut terungkap dalam Seminar International bertajuk Dinamika Kemaritiman Dalam Perspektif Sastra dan Sejarah, yang diselenggarakan Fakultas Sastra Universitas Diponegoro, Sabtu (15/12) di Hotel Patra, Semarang.
“Indonesia sebagai negara kepulauan pada dasarnya adalah tetap menjadi negara bahari. Secara historis, geografis, ekologis, dan kultural, Indonesia pada masa kini pada hakikatnya adalah pewaris dunia bahari yang telah hidup pada masa lampau,” terang Djoko Suryo, salah seorang pembicara
Selain sederet pembicara dari dalam negeri, seperti Adrian B Lapian, Edi Sedyawati, Djoko Suryo, Sapardi Djoko Darmono, dan Achadiati Ikram, turut pula hadir Sita Van Bemmelen dari Belanda dan Katrin Bandel (Jerman).
Bandel yang seorang novelis membahas perempuan pesisir dalam novel Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer dan Jamangilak Tak Pernah Menangis karangan Martin Alaida.
Menurutnya, orang Indonesia tidak hanya merasa terikat secara emosional dengan tanah tempat tinggal mereka, tetapi juga dengan air, yaitu laut, sungai, atau danau
Kedua novel itu bagi Bandel dapat dihadirkan sebagai gambaran masyarakat pesisir di Indonesia. “Kepedulian terhadap laut, sungai, dan danau sebagai sumber kehidupan kurang mendapat perhatian dari orang yang berkuasa,” terangnya.
Menurut Ketua Panitia, Dewi Yuliati, tema kemaritiman diangkat karena masalah tersebut di Indonesia kurang diperhatikan. Padahal, banyak nilai positif dalam kemaritiman untuk pembangunan Indonesia, seperti nilai kebudayaan, perdagangan, integrasi antar daerah, dan spirit menjelajah antar pulau.
Peserta seminar tidak hanya datang dari kawasan Semarang, tetapi juga berasal dari luar Semarang, bahkan ada yang peserta yang berasal dari luar negeri. John G Butcher yang berasal dari Australia sengaja datang karena tertarik dan ingin mengetahui sejarah kemaritiman di Indonesia. Namun ia menyesalkan penyampaian makalah seminar tersebut yang tidak menggunakan bahasa Inggris. ”Saya tidak fasih dalam berbahasa Indonesia,” ujarnya kepada Joglo Pos. (Bambang/Manunggal)

Break

Mengenal Sejarah Maritim Indonesia

DUNIA
bahari atau maritim nusantara dapat dipandang sebagai kehidupan yang penuh keragaman dan kompleksitas. Di samping itu, dunia bahari memiliki kekuatan menjadi pemersatu dalam proses dinamika sejarah masyarakat dan bangsa Indonesia.
Hal tersebut terungkap dalam Seminar International bertajuk Dinamika Kemaritiman Dalam Perspektif Sastra dan Sejarah, yang diselenggarakan Fakultas Sastra Universitas Diponegoro, Sabtu (15/12) di Hotel Patra, Semarang.
“Indonesia sebagai negara kepulauan pada dasarnya adalah tetap menjadi negara bahari. Secara historis, geografis, ekologis, dan kultural, Indonesia pada masa kini pada hakikatnya adalah pewaris dunia bahari yang telah hidup pada masa lampau,” terang Djoko Suryo, salah seorang pembicara
Selain sederet pembicara dari dalam negeri, seperti Adrian B Lapian, Edi Sedyawati, Djoko Suryo, Sapardi Djoko Darmono, dan Achadiati Ikram, turut pula hadir Sita Van Bemmelen dari Belanda dan Katrin Bandel (Jerman).
Bandel yang seorang novelis membahas perempuan pesisir dalam novel Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer dan Jamangilak Tak Pernah Menangis karangan Martin Alaida.
Menurutnya, orang Indonesia tidak hanya merasa terikat secara emosional dengan tanah tempat tinggal mereka, tetapi juga dengan air, yaitu laut, sungai, atau danau
Kedua novel itu bagi Bandel dapat dihadirkan sebagai gambaran masyarakat pesisir di Indonesia. “Kepedulian terhadap laut, sungai, dan danau sebagai sumber kehidupan kurang mendapat perhatian dari orang yang berkuasa,” terangnya.
Menurut Ketua Panitia, Dewi Yuliati, tema kemaritiman diangkat karena masalah tersebut di Indonesia kurang diperhatikan. Padahal, banyak nilai positif dalam kemaritiman untuk pembangunan Indonesia, seperti nilai kebudayaan, perdagangan, integrasi antar daerah, dan spirit menjelajah antar pulau.
Peserta seminar tidak hanya datang dari kawasan Semarang, tetapi juga berasal dari luar Semarang, bahkan ada yang peserta yang berasal dari luar negeri. John G Butcher yang berasal dari Australia sengaja datang karena tertarik dan ingin mengetahui sejarah kemaritiman di Indonesia. Namun ia menyesalkan penyampaian makalah seminar tersebut yang tidak menggunakan bahasa Inggris. ”Saya tidak fasih dalam berbahasa Indonesia,” ujarnya kepada Joglo Pos. (Bambang/Manunggal)

Sorotan Utama

Penghijauan Dalam Lembaran Sejarah

Pencanangan program kampus hijau bersamaan dengan hari penanaman pohon serentak nasional, Rabu (28/11), di kampus Universitas Diponegoro Tembalang dinilai terlambat. Mengapa?

JURUSAN Sejarah Fakultas Sastra telah melakukan penghijauan sejak tiga tahun silam. Semenjak pertama kali menempati tempat barunya di kawasan kampus Tembalang, jurusan itu telah menanam pohon sejumlah 36 batang. Pohon yang ditanam, antara lain mangga, rambutan, dan sawo.
”Kami ingin menciptakan suasana kampus yang kondusif, sejuk, dan dapat mendatangkan inspirasi yang positif,” ungkap Ketua Program Pendidikan Sejarah Singgih kepada Joglo Pos.
Dari pengamatan Joglo Pos, saat ini tanaman-tanaman tersebut telah tumbuh subur. Di bawah naungannya, terlihat motor-motor yang diparkir. Area tempat tumbuh pohon dimanfaatkan sivitas akademika sebagai peneduh. Perlu diketahui, di kampus Sejarah, belum disediakan tempat khusus untuk parkir motor.
Singgih menyesalkan tidak adanya perhatian terhadap jurusannya, baik dari rektorat maupun fakultas. “Dana untuk menanam pohon di kawasan kampus Sastra Tembalang menggunakan dana dari masing-masing dosen Sejarah yang peduli dengan nasib kampus Sejarah,” tuturnya. Hal ini dilakukan, lanjut Singgih, menyusul tidak kunjung turunnya dana yang diusulkan ke fakultas.
Kondisi lingkungan kampus Sejarah pada awal kepindahannya dari kampus Pleburan sangat gersang. Ini membuat dosen merogoh kantong mereka masing-masing untuk melakukan penanaman pohon di sekitar jurusan.
“Penghijauan tidak sampai di sini saja karena masih banyak lahan-lahan yang masih nganggur belum ditanami,” jelas Singgih. Selain melakukan penanaman pohon, kata dia, para dosen Sejarah juga membuat tempat duduk untuk mahasiswa dengan uang pribadi mereka.
Terobsesi UI
Salah seorang dosen yang mendukung penghijauan di kampus Sejarah, Sarjana Sigit, menilai, penghijauan yang dilakukan Undip baru-baru ini terlambat. “Seharusnya pembangunan di Undip harus dibarengi dengan penghijauan,” keluh Sigit yang juga menjabat sebagai Ketua Diploma III Kearsipan.
Sigit memberi contoh Universitas Indonesia (UI) yang diakui berhasil dalam melakukan penghijauan di kampusnya. “Terbukti banyaknya pohon di kawasan kampus UI Depok sebagai penyerap air. Karena UI sejak awal pembangunannya dibarengi dengan penghijauan,” jelasnya. Menurut dia, untuk melakukan penghijauan, Undip tidak perlu menunggu bantuan dari pemerintah.
Ketua Pusat Studi Asia Yetty R yang turut memprakarsai penanaman pohon di kampus Sejarah berharap, penghijauan yang dilakukan Undip tidak sekadar menanam, tetapi juga merawat. “Acara tersebut jangan hanya dijadikan upacara seremonial, tetapi juga ada tindak lanjutnya seperti monitoring dan perawatan,” tandas dosen yang memiliki hobi menanam ini. Baginya lebih baik telat daripada tidak dilakukan penghijauan sama sekali.
Ya, kini bisa kita lihat, Jurusan Sejarah yang terbilang baru menempati kampus Undip Tembalang itu ternyata lebih rindang dibandingkan kawasan gedung rektorat dan fakultas lainnya yang telah lama menempati kawasan Tembalang. (Bambang/Manunggal)

SMS Buat Bang Jo

+628995627xxx
Buat FISIP, kapan ngadain acara bakti sosial ke masyarakat sekitar? selama ini hanya ada acara band, kemana jiwa sosialnya?

+6285641590xxx
Pak Rektor, tolong inspeksi mendadak ke MIPA, banyak dosen yang bolos mengajar dengan alasan yang tidak jelas. Sarana dan prasarana banyak yang tidak layak pakai, tetapi masih digunakan. Apakah pantas Undip disebut sebagai universitas riset, jika keadaan fakultasnya sangat memprihatinkan…?!!!

+6285642558xxx
Lingkungan sekitar FISIP semakin panas. Pohon- pohon rindang yang dulunya sedikit bisa meneduhkan satu per satu ditebang. Kenapa pohon-pohonku ditebangi..???

Fokus

Nasib Malang di Pojok Widya Puraya

Bank Negara Indonesia bekerjasama dengan Universitas Diponegoro membuka Pojok BNI sebagai fasilitas pengembangan jiwa kewirausahaan mahasiswa. Alih-alih ramai, Pojok BNI masih tertutup rapat tanpa aktivitas.

PINTU Pojok BNI yang terletak di sebelah Sampoerna Corner di gedung Widya Puraya masih tertutup tanpa ada aktivitas apapun. Padahal, Pojok BNI telah resmi dibuka dua bulan lalu. “Listriknya masih harus ditambah daya dulu. Instalasi jaringan internet juga belum selesai,” kata seorang penjaga perpustakaan di Widya Puraya.
Pojok BNI adalah sebuah tempat yang ditujukan bagi mahasiswa untuk belajar entrepreuneurship dan mendapatkan informasi yang seluas-luasnya dari internet secara gratis. Pojok BNI memfasilitasi mahasiswa untuk mengembangkan potensi mereka dalam hal kewirausahaan. Selepas dari bangku kuliah, mahasiswa diharapkan dapat membuka lapangan kerja sendiri atau berwirausaha.
“Pada intinya, Pojok BNI merupakan konsep kepedulian BNI yang bekerjasama dengan pihak universitas untuk membuka suatu jaringan informasi dan wujud keinginan BNI sebagai one stop information corner di bidang pendidikan dan ekonomi perbankan,” ungkap Direktur Utama BNI Sigit Pramono saat meresmikan Pojok BNI November lalu.
Bagi Sigit, Pojok BNI merupakan wujud apresiasi BNI terhadap masyarakat kampus dan sebagai upaya memperkuat BNI dalam kehidupan kampus. BNI akan memberikan pinjaman atau semacam kredit lunak bagi mahasiswa yang ingin berwirausaha.
”Untuk mendapatkan pinjaman atau kredit tersebut, mahasiswa diharuskan membuat proposal dahulu tentang usaha apa yang ingin mereka buat, kemudian pengelola dari Pojok BNI akan menyeleksi dan mengirimkannya ke BNI pusat,“ ujar Kepala Bagian Kerjasama Undip Embun Setyawan.
Dalam nota kesepahaman yang ditandatangani saat peresmian Pojok BNI, disebutkan bahwa pengelolaan Pojok BNI dalam 6 bulan pertama akan ditangani BNI karena masih dalam masa transisi. Selanjutnya, pengelolaan Pojok BNI akan dibicarakan lebih lanjut antara BNI dengan Undip.Mengenai hal ini, masing-masing pihak berbeda konsep.
“BNI menginginkan mahasiswa yang mengelola Pojok BNI, sedangkan Undip menginginkan dibentuk suatu tim yang terdiri dari Undip dan mahasiswa, ” tandas Embun.
Hal berbeda diungkapkan Sekretaris Bagian UPT Undip Budi Setyadi. Ia mengatakan, Pojok BNI akan dikelola oleh mereka sejak dari awal. ”Dalam enam bulan pertama (Pojok BNI) dipegang kita. Jika Undip membutuhkan dana apa saja, diajukan dalam bentuk proposal ke BNI, nanti BNI yang akan memberikan pendanaannya untuk pengelolaan Pojok BNI,” katanya.
Dikhawatirkan jika pengelolaannya sudah diserahkan sepenuhnya kepada Undip, fasilitas-fasilitasnya tidak akan gratis lagi karena Undip tidak menyediakan anggaran operasional. Seperti yang terjadi di Sampoerna Corner, fasilitas internet yang awalnya diprogramkan gratis, pada akhirnya harus membayar karena tidak adanya anggaran operasional, baik dari pihak Undip maupun Sampoerna. (Mg4, Mg6, Mg8, Alie/Manunggal)

Bang Jo

Dana mahasiwa tak juga turun
UKM-UKM pun terpaksa ngutang dulu

Fasilitas sponsor kurang dimanfaatkan
Lumayan, lebih murah daripada warnet...

Jurusan sejarah pionir penghijauan Tembalang...
Perlu dicatat dalam lembaran sejarah undip

Salam Dari Joglo

Mengadu Nasib di Pojok

KEHADIRAN Pojok BNI menyusul keberadaan Sampoerna Corner yang terlebih dahulu ada makin mamperkaya ragam ilmu di Undip. Ini kesempatan langka yang tak dipunyai setiap universitas. Amat disayangkan sivitas akademika Undip kurang merespons kehadiran fasilitas mewah ini. Tak ayal, tempat tadi malah menjadi ganti warung internet (warnet). Tak mahal, akses cepat dan mudah, serta fasilitas luks-nya makin membuat betah.
Jiwa-jiwa mahasiswa untuk mencoba sesuatu yang beda masih lemah. Terbukti, tantangan menjadi pengusaha tak mendapat respons yang atraktif. Keinginan-keinginan mengabdi pada negara begitu besar, mengalahkan semangat wirausaha. Meski publikasi seremonial pembukaannya besar-besaran, mahasiswa masih enggan menggali ketersediaan fasilitas di sudut Widya Puraya itu.
Ketergantungan akan asupan dana kemahasiswaan juga membuat mahasiswa seakan memiliki jaminan hari tua. Kegiatan kemahasiswaan tak lagi mengupayakan dana segar hasil jerih payah mahasiswa. Pada praktiknya, hal seperti ini mematikan konsep mahasiswa sebagai pencetak lapangan usaha. Dewasa ini peran mahasiswa dituntut lebih, tak sekadar menggali ilmu saja. Agar dapat bersaing setelah lulus, penguasaan softskill mahasiswa mutlak dimiliki, termasuk jiwa entrepreneur.
Meski demikian, ketersediaan “hak” mahasiswa perlu juga diperhatikan. Dalam hal ini, aliran dana kemahasiswaan merupakan salah satunya. Masih dibutuhkan sedikit pemicu bagi mahasiswa sebelum benar-benar bisa bergerak sendiri.
Menapaki tahun baru, sewajarnya intropeksi diri akan kesalahan-kesalahan yang pernah terjadi harus dilakukan. Paling tidak di tahun yang baru tak lagi terjadi kesalahan serupa. Belajarlah dari pengalaman.
Selamat Tahun Baru 2008. Semoga di tahun yang baru makin banyak perubahan yang baik, begitupun bagi Joglo Pos. Mengawalinya, silakan menikmati Joglo Pos via internet. Kunjungi www.lpmmanunggal.blogspot.com dan berikan kami masukan. Semata-mata demi menapaki kemajuan. (Redaksi)

Sajian Utama

Dana Sulit Cair, Mahasiswa Swadana

Dana unit kegiatan mahasiswa (UKM) sulit cair. Para mahasiswa terpaksa merogoh kocek sendiri agar kegiatan tetap berjalan.

KETERLAMBATAN pencairan dana sempat dialami UKM Korps Sukarela (KSR). Dana tahun 2007 UKM ini baru cair pada Januari lalu. Itupun jumlahnya jauh dari yang diajukan. UKM KSR hanya menerima dana sebesar Rp 2,3 juta. ”Padahal dana yang digunakan untuk kegiatan pelatihan KSR tingkat nasional sebesar Rp 27 juta,” kata Ketua UKM KSR Tisa. Karena keterlambatan ini, UKM KSR terpaksa menggunakan uang kas, ditambah uang pribadi anggota.
Menghadapi kondisi demikian, UKM KSR bukannya diam. Anggotanya sering menanyakan kejelasan dana itu, tetapi petugas Biro Administrasi Umum dan Keuangan (BAUK) Universitas Diponegoro selalu mengatakan dana dari atas belum juga turun. ”Saya berharap agar prosedur permohonan dana kegiatan dipermudah seperti tahun lalu,” pinta Tisa.
Hal yang sama juga dialami UKM Wapeala. Namun, lagi-lagi UKM ini terpaksa membiayai kegiatan secara swadana. ”Kami ingin membuktikan kepada universitas, walaupun dana belum turun, kegiatan kami tetap bisa jalan,” ujar Ketua UKM Wapeala M Ali Subkhan.
Mantan Presiden BEM KM Undip Budi Setyawan menilai, pihak universitas seolah-olah lepas dari tanggung jawab terhadap keberlangsungan kegiatan kemahasiswaan. “Seharusnya universitas mengalokasikan sebagian dana untuk kegiatan kemahasiswaan karena ini sudah menjadi hak mahasiswa, yaitu sebesar delapan persen,” tegasnya. BEM KM Undip sendiri selama ini kerap menyiasati tersendatnya dana dengan mencari sponsor, donatur, serta kontribusi peserta.
Pembantu Rektor III Sukinta menjelaskan, penyebab lamanya proses pencairan dana terletak pada mekanisme teknis dan birokrasi yang bertahap. Pada mekanisme sebelumnya, pemegang dana kemahasiswaan adalah PR III sehingga dana langsung dapat disalurkan ke UKM. Sedang pada mekanisme sekarang, seluruh anggaran dipegang PR II.
Sukinta mengatakan, dana kegiatan UKM memang tidak langsung diturunkan secara total untuk setahun kepengurusan. Dana itu baru turun setelah proposal kegiatan diajukan. “Dalam proses pengajuan ke KPN (Kantor Perbendaharaan Negara) untuk dimintakan dana, proposal akan digabung dengan proposal-proposal lainnya, semisal dari fakultas, rektorat, dan lain-lain. Sehingga terkumpul jumlah pengajuan dana yang besar untuk kemudian diajukan ke KPN,” terang dosen Fakultas Hukum ini.
Sukinta berjanji, proposal yang sudah disetujuinya pasti akan mendapatkan dana. Dia menyarankan, jika ingin mengadakan kegiatan, proposal hendaknya diajukan tidak secara mendadak, yaitu kira-kira sebulan sebelum kegiatan terlaksana. ”Dan segera membuat laporan pertanggungjawaban setelah kegiatan dilaksanakan sehingga dana dapat cair, “ imbuhnya.
Selain itu, pada akhir tahun sebaiknya semua proposal kegiatan sudah dibuat dan diajukan paling lambat November. Jika lewat batas waktu, proposal kegiatan tidak akan didanai. Sebab, KPN sudah tutup buku pada Desember.
Tunggu Proposal Kumpul
Namun Kepala Biro Administrasi Kemahasiswaan (BAK) Winoto SSos menyatakan, lamanya waktu pencairan dana proposal berkaitan dengan teknis terkumpulnya laporan pertanggungjawaban kegiatan.
“Jadi, meskipun UKM telah mengumpulkan proposal jauh-jauh hari maupun laporan pertanggungjawaban yang telah terlaksana sesegera mungkin, tetap saja masih menunggu proses sampai terkumpulnya seluruh pengajuan se-Undip. Sehingga hal inilah yang dapat menjadikan waktu pencairan dana proposal menjadi lama,” jelas Winoto. Meskipun demikian, tidak tertutup kemungkinan dana cair sebelum kegiatan berlangsung.
Kepala Bagian Keuangan Undip Dra Arsiani Sulaksmiwati mengatakan, dana itu berasal dari dana persediaan yang dikelola Bagian Keuangan. Syaratnya, UKM atau lembaga kemahasiswaan lainnya harus menyerahkan surat pertanggungjawaban (SPJ) berupa kuitansi sebagai bukti pembelanjaan kebutuhan untuk kegiatan. ”Biasanya dana diberikan pada H-1. Dana tersebut dapat diistilahkan sebagai uang muka pengajuan proposal,” terang Arsiani.
Budi berharap, pencairan dana sebaiknya tidak dipersulit. Universitas semestinya memaklumi masalah mahasiswa yang masih membutuhkan banyak uang. “Sebaiknya orang yang duduk di bagian keuangan universitas diganti, bukan orang lama. Sehingga diharapkan akan ada perubahan yang lebih baik, khususnya bagi mahasiswa,” tandasnya.
Sementara Ali mengusulkan, sistem pengeluaran dana kemahasiswaan sebaiknya diperbaharui agar tidak menghambat kegiatan mahasiswa. Selain itu, sarana pelayanan kepada mahasiswa lebih ditingkatkan. (Nurul, Muji, Bambang/Manunggal)