Rob Ancam Nelayan
ROB yang melanda Semarang sepanjang tahun menimbulkan dampak serius bagi nelayan. Pendapatan mereka menurun akibat terjangan rob. Ketua DPW Perhimpunan Petani dan Nelayan Indonesia Jawa Tengah Riyono mengungkapkan, hal ini terjadi karena rusaknya tambak dan ekosistem pesisir karena gelombang naik.
“Dulu mereka (nelayan, red) sehari bisa dapat Rp 80 ribu. Sekarang paling-paling cuma Rp 50 ribu,” kata Riyono di sela-sela diskusi Rob: Tenggelamnya Semarang Pesona Asia, Akankah? yang diselenggarakan LPM Opini FISIP Universitas Diponegoro dan BBC Indonesia, Senin (19/11), di Ruang Serbaguna Magister Manajemen Undip.
Rob, papar Riyono, juga berdampak terhadap kehidupan sosial nelayan. Mereka kini tidak acuh lagi terhadap lingkungan. “Karena datangnya rutin, mereka menganggap rob sebagai hal yang biasa, bukan musibah,” jelas dia.
Riyono menilai, Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang selama ini kurang memperhatikan nasib nelayan. Ini terbukti dari APBD 2008, anggaran untuk nelayan kurang dari 10% dari total anggaran Dinas Perikanan dan Kelautan.
Pakar hidrologi Undip Robert J Kodoatie mengatakan, secara geologis, Semarang berada di wilayah tanah aluvial yang sedang mengalami konsolidasi. Kondisi tanah seperti ini menyebabkan Semarang senantiasa digenangi rob. “Dalam lima tahun terakhir, sekitar 900 hektar tambak di Semarang rusak atau hilang akibat rob,” terang dia.
Kondisi ini diperparah lagi dengan berubahnya tata guna lahan. Kawasan peresapan air dan preservasi untuk melestarikan sumber alam menjadi hilang. Belum lagi kenaikan muka air laut yang disebabkan pemanasan global.
Drainase konvensional yang mengandalkan gravitasi menurut Robert tidak akan memecahkan masalah rob di Semarang. “Satu-satunya cara adalah adaptasi. Jadi, bagaimana masyarakat menyesuaikan cara hidup mereka dengan lingkungan yang penuh rob,” ujar Robert. Dia mengusulkan agar Semarang memakai konsep water front city.
Kepala Subdinas Pengairan Dinas Pekerjaan Umum Kota Semarang Fauzi MT menjelaskan, Pemkot selama ini sudah berupaya menanggulangi rob. “Namun, lagi-lagi terkendala dengan masalah dana,” ucap dia. (Sri Mas Sari/ Manunggal)
ROB yang melanda Semarang sepanjang tahun menimbulkan dampak serius bagi nelayan. Pendapatan mereka menurun akibat terjangan rob. Ketua DPW Perhimpunan Petani dan Nelayan Indonesia Jawa Tengah Riyono mengungkapkan, hal ini terjadi karena rusaknya tambak dan ekosistem pesisir karena gelombang naik.
“Dulu mereka (nelayan, red) sehari bisa dapat Rp 80 ribu. Sekarang paling-paling cuma Rp 50 ribu,” kata Riyono di sela-sela diskusi Rob: Tenggelamnya Semarang Pesona Asia, Akankah? yang diselenggarakan LPM Opini FISIP Universitas Diponegoro dan BBC Indonesia, Senin (19/11), di Ruang Serbaguna Magister Manajemen Undip.
Rob, papar Riyono, juga berdampak terhadap kehidupan sosial nelayan. Mereka kini tidak acuh lagi terhadap lingkungan. “Karena datangnya rutin, mereka menganggap rob sebagai hal yang biasa, bukan musibah,” jelas dia.
Riyono menilai, Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang selama ini kurang memperhatikan nasib nelayan. Ini terbukti dari APBD 2008, anggaran untuk nelayan kurang dari 10% dari total anggaran Dinas Perikanan dan Kelautan.
Pakar hidrologi Undip Robert J Kodoatie mengatakan, secara geologis, Semarang berada di wilayah tanah aluvial yang sedang mengalami konsolidasi. Kondisi tanah seperti ini menyebabkan Semarang senantiasa digenangi rob. “Dalam lima tahun terakhir, sekitar 900 hektar tambak di Semarang rusak atau hilang akibat rob,” terang dia.
Kondisi ini diperparah lagi dengan berubahnya tata guna lahan. Kawasan peresapan air dan preservasi untuk melestarikan sumber alam menjadi hilang. Belum lagi kenaikan muka air laut yang disebabkan pemanasan global.
Drainase konvensional yang mengandalkan gravitasi menurut Robert tidak akan memecahkan masalah rob di Semarang. “Satu-satunya cara adalah adaptasi. Jadi, bagaimana masyarakat menyesuaikan cara hidup mereka dengan lingkungan yang penuh rob,” ujar Robert. Dia mengusulkan agar Semarang memakai konsep water front city.
Kepala Subdinas Pengairan Dinas Pekerjaan Umum Kota Semarang Fauzi MT menjelaskan, Pemkot selama ini sudah berupaya menanggulangi rob. “Namun, lagi-lagi terkendala dengan masalah dana,” ucap dia. (Sri Mas Sari/ Manunggal)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar